Suku Bunga Tinggi, Asing Kuasai Aset Bangsa

Doddy Rosadi Suara.Com
Minggu, 26 Oktober 2014 | 15:31 WIB
Suku Bunga Tinggi, Asing Kuasai Aset Bangsa
Ilustrasi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tingginya suku bunga domestik saat ini semakin mendorong penguasaan asing atas aset bangsa. Pengamat Ekonomi dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Agus Tony Poputra meminta pemerintah untuk segera menurunkan tingkat suku bunga sebagai upaya mengendalikan penguasaan asing tersebut.

“Pemerintah harus segera menurunkan tingkat suku bunga, supaya kepemilikan asing atas aset bangsa tidak bertambah,” ujar dia, dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Minggu, (26/10/2014).

Ia menjelaskan, pembangunan berkualitas adalah pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas dengan rakyat sebagai penguasa utama atas aset nasional. Dan investasi asing hanya menjadi pelengkap bukan mendominasi penguasaan aset Indonesia. Namun faktanya, kata dia, peningkatan kesejahteraan rakyat masih berjalan lambat. Disisi lain, ucap dia, semakin banyak aset nasional dikuasai asing dan rakyat hanya menjadi buruh dengan mengais dari sisa-sisa aktivitas investor asing.

Hal itu, ungkap Agus, terlihat dari data investasi yang dicatat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada tahun 2013, investasi asing sebesar 28,62 miliar dolar Amerika atau setara Rp299,2 triliun. Sementara itu, investasi domestik hanya senilai Rp128,15 triliun.

“Ketimpangan investasi ini terjadi dari tahun ke tahun dan semakin mendalam. Sehingga ke depan semakin mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia,” terang Agus.

Menurut Agus, salah satu penyebab rendahnya investasi domestik adalah akibat tingginya suku bunga kredit di Indonesia, utamanya pada beberapa tahun terakhir. Tingginya suku bunga, lanjut dia, juga menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Di pihak lain, investor asing dapat memperoleh dana murah dari luar negeri. Bahkan ada juga investor asing yang tidak bonafid yang mencari surat persetujuan investasi pemerintah di Indonesia kemudian digunakan sebagai garansi untuk mencari modal di luar.

“Akibatnya, banyak investasi asing di Indonesia yang “abal-abal,” bahkan kegiatannya sering mencuri sumber daya Indonesia, terutama pada sektor pertambangan. Termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) dari negara-negara Asean lain dapat menguasai bidang usaha yang selama ini dikuasai UKM Indonesia dengan memanfaatkan keuntungan suku bunga pinjaman mereka yang lebih rendah,” ungkap Agus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI