Dihantui The FED, IHSG Terpuruk di Zona Merah, Melemah 0,31 Persen

Kamis, 21 November 2019 | 09:29 WIB
Dihantui The FED, IHSG Terpuruk di Zona Merah, Melemah 0,31 Persen
Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan harga saham di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (23/10). [Suara.com/Arya Manggala]

Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pada hari ini Kamis (21/11/2019) dibuka di zona merah. IHSG dibuka melemah 0,31 persen atau melemah 19 poin ke level 6.135,76.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini berada di level Rp 14.109 atau terapresiasi 14 poin.

Pada level tersebut setidaknya 57 saham menguat, 84 saham melemah dan 124 saham stagnan. Transaksi perdagangan mencapai Rp 55 miliar dari 80 juta lembar saham diperdagangkan dengan frekuensi mencapai 5,4 ribu kali.

Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak merah 1 poin atau 0,11 persen menjadi 975,321.

Analis dari PT Valbury Sekuritas Indonesia Suryo N mengatakan pergerakan IHSG pada hari ini bakal di selimuti sentimen negatif seperti Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan menghentikan penurunan suku bunga acuan di Rapat Dewan Gubernur pada November 2019, sebagai antisipasi turunnya daya tarik instrumen keuangan dalam negeri yang dapat memicu pelebaran defisit transaksi berjalan.

Artinya, BI akan mempertahan suku bunag 7-Day Repo Rate di 5 persen hingga akhir tahun 2019. Hal ini dilakukan agar selisih suku bunga antara Bank sentral Indonesia dengan bank sentral negara ekonomi maju tidak semakin tinggi.

"BI juga akan memperhatikan kebijakan the Fed dalam hal suku bunga yang diperkirakan akan mempertahan suku bunga acuannya," kata Suryo.

Meski, sisi lain BI untuk menurunkan suku bunga masih ada ruang karena inflasi yang terkendali di bawah 3,5 persen dan pertumbuhan ekonomi yang prospektif ditopang konsumsi rumah tangga.

Sentimen pasar dari luar negeri

Baca Juga: Kembali Ditutup Menguat, IHSG Masih Nyaman di Zona Hijau

Dari ekternal, belum menunjakan adanya tanda-tanda perundingan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan Cina akan capai kesepakatan setelah Presiden AS Donald Trump menolak untuk menghapus bea masuk produk Cina.

Fitch menyebut, outlook utang pemerintah global tetap stabil di tengah perlambatan ekonomi yang kian terasa. Fitch menyebut, kebijakan moneter yang longgar di sepanjang semester II 2019 akan diikuti dengan stimulus fiskal di tahun 2020.

Kemampuan stimulus fiskal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan menjadi pertimbangan penting dalam menentukan dampaknya terhadap peringkat utang suatu negara. Kebijakan makro yang longgar dipicu oleh pertumbuhan investasi yang melambat dan volume perdagangan yang terkontraksi.

Namun Fitch memandang skeptis pelonggaran kebijakan makro tersebut mampu melawan dampak negatif dari perlambatan perdagangan yang terjadi. Fitch menggarisbawahi soal investasi. Ketika investasi di negara asal tumbuh melambat, maka investasi ke negara lain menjadi tidak menarik.

"Sentimen bagi pasar yang kembali didominasi faktor negatif, bisa menyulitkan bagi IHSG untuk dapat melaju keteritorial positif pada perdagangan saham hari ini," kata Suryo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI