Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan bahwa blue print pembangunan perpustakaan modern telah disiapkan oleh Perpusnas, termasuk penguatan SDM pengelola perpustakaan.
Bahkan, di hadapan Komisi X DPR periode 2014-2019, Perpusnas secara resmi pernah menyampaikan untuk membangun semua jenis perpustakaan sesuai dengan standar membutuhkan dana tidak kurang Rp 116 triliun. Namun, belum direspon hingga saat ini.
Selain dukungan DAK fisik perpustakaan, adaptasi program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial juga mendapatkan pujian dari DPR.
Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan sekumpulan aktivitas yang memperkuat peran perpustakaan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui kemampuan literasi, inovasi maupun kreativitasnya. Transformasi perpustakaan telah berhasil mengubah wajah perpustakaan.
Hingga 2019, sedikitnya 334 perpustakaan desa dan kelurahan merasakan dampak positif akibat perubahan paradigma baru perpustakaan. Bahkan, di banyak daerah perpustakaan telah menjadi motor penggerak ragam aktivitas masyarakat. Tranformasi perpustakaan dapat terwujud karena komitmen, sinergitas, dan kolaborasi banyak pihak.
Tranformasi perpustakaan berguna dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang mengedepankan aspek teknologi.
Era revolusi industri 4.0 amat memerlukan penguasaan literasi yang tinggi. Literasi, dalam berbagai kesempatan Kepala Perpusnas sering menyampaikan mempunyai empat tahapan.
Pertama, kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan. Kedua, kemampuan memaknai yang tersirat dan tersurat. Ketiga, kemampuan menghasilkan ide, gagasan, dan kreativitas baru. Dan keempat, kemampuan menciptakan barang/jasa yang berguna bagi khalayak.
Penetrasi literasi saat ini masih rendah. Banyak masyarakat bisa membaca tetapi tidak mengerti apa yang dibaca.
Baca Juga: Guru NY Cabuli Bunga, dari Ruang Perpus hingga Ditonton Siswa Lain di Kelas
“Di masa pandemi yang belum ketahuan akhirnya, Perpusnas dan perpustakaan daerah dapat menjadi katalisator membangun budaya membaca dan literasi sebagai gaya hidup di era tatanan baru. Komitmen daerah perlu didorong,” ujar Illiza Sa’aduddin Djamal pada kesempatan RDP medio April lalu.
Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan maraknya digitalisasi yang memainkan pelbagai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dengan kata lain, perpustakaan mau tidak mau harus beradaptasi ataupun berevolusi sehingga tidak terlindas perubahan zaman.
Layanan perpustakaan harus mengikuti perkembangan teknologi sehingga dapat menjawab kebutuhan informasi/pengetahuan masyarakat. Terlebih di masa pandemi, dimana ruang-ruang digital dan teknologi yang bersentuhan dengan gawai banyak menghiasi peran dan fungsi layanan perpustakaan.
Meski zaman terus berkembang, perpustakaan tetap memegang peranan penting sebagai sumber ilmu pengetahuan. Perpustakaan di masa depan adalah urat nadinya pendidikan yang mampu menonjolkan keunggulan-keunggulan untuk bisa meningkatkan pelayanan perpustakaan.
Keunggulan tersebut bisa diperoleh dari kemampuan para pustakawan yang aktif memberikan dorongan (semangat) maupun pelbagai tutorial yang berguna bagi pengembangan potensi masyarakat. Perpustakaan tidak lagi sekedar sebagai tempat mencari sekumpulan buku ataupun informasi melainkan menjadi sarana (media) munculnya inovasi-inovasi baru yang berkualitas.