Namun, Suhardi mengingatkan agar proses akuisisi ini harus dikaji lebih mendalam tanpa mengesampingkan legitimasi dan peran dari masyarakat.
“Jangan hanya mengejar sahnya saja, tapi menghiraukan legitimasinya,” ucap dia.
Dia pun berharap kepada Serikat Pekerja Pegadaian untuk menyampaikan aspirasi mereka dengan menyampaikan pendapat kepada pemerintah serta pihak legislatif agar rencana tersebut dikaji lebih mendalam.
“Jangan mengambil keputusan terburu-buru. Ini bisa memunculkan gejolak di masyarakat,” kata dia.
Sementara, Ketua Umum SP Pegadaian Ketut Suhardiono mengatakan, kebijakan holdingisasi tidak akan menguntungkan bagi Pegadaian, jika seluruh produk berbasis UMKM diambil oleh perusahaan induk (BRI-red), mengingat saat ini nasabah Pegadaian sebagian besar merupakan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Ini sangat tidak tepat karena dampak dari privatisasi dalam bentuk privatisasi atau akusisi akan berdampak jangka panjang dan sistemik,” terang Ketut.
Apalagi, kata Ketut, Pegadaian yang sudah berusia 119 tahun, hingga saat ini merupakan salah satu dari 10 BUMN penyumbang deviden terbesar untuk Negara.
Lagi pula, lanjut Ketut, Pegadaian merupakan perusahaan yang sehat dengan aset yang cukup besar, dengan rating Perusahaan AAA, maka bukan menjadi kendala untuk mendapatkan modal kerja.
“Jika rencana ini dipaksakan, pengelolaan perusahaan akan mengkerdilkan Pegadaian dan berdampak terhadap rakyat kecil yang kesulitan mencari pembiayaan,” pungkasnya.