Prevalensi Stunting Ditargetkan Sebesar 14 Persen di 2024

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 03 Agustus 2021 | 16:05 WIB
Prevalensi Stunting Ditargetkan Sebesar 14 Persen di 2024
Stunting (DKT Indonesia)

Namun catatan lain, pandemi ini juga telah mendorong adanya sejumlah penyesuaian intervensi pada bidang kesehatan. Contohnya penyelenggaraan posyandu keliling yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan peningkatan penyaluran bantuan sosial oleh Kementerian Sosial.

Tantangan dalam implementasi kebijakan penurunan stunting juga disampaikan oleh para pelaku intervensi di lapangan, baik dari kalangan akademisi dan praktisi, lembaga swadaya masyarakat, maupun pengusaha.

Beberapa contoh masalah utama yang ditemui di lapangan adalah kurangnya kolaborasi lintas sektor dalam pelaksanaan program penurunan stunting, cakupan intervensi spesifik yang belum sesuai target, dan masih rendahnya asupan gizi balita.

Dalam FGD ini disimpulkan pentingnya sejumlah aksi dalam memperbaiki implementasi kebijakan penurunan stunting di masa pandemi. Antara lain, pemetaan kemitraan dan penguatan kolaborasi di daerah, upaya peningkatan kapasitas kepala daerah dalam mengawasi dan melaksanakan delapan aksi konvergensi, upaya pemantauan dan pendampingan dalam rangka menurunkan prevalensi stunting, dan yang paling penting di antara semua upaya tersebut adalah edukasi dan intervensi nyata untuk meningkatkan asupan gizi balita.

Drg. Agus Suprapto M.Kes (Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) berpendapat, diperlukan adanya semacam komandan lapangan yang bisa melakukan eksekusi program secara mendetail.

"Karena berpacu dengan waktu, yang benar-benar harus diperkuat adalah intervensi spesifik karena itu yang langsung berdampak,” ucapnya.

Memperkuat penegasan drg. Agus, Dr dr. Nur Aisiyah Widjaja, SpAK dari RSUD Soetomo Surabaya menekankan, program penurunan stunting sangat terkait dengan pencapaian pertumbuhan pada masa dua tahun pertama dalam kehidupan anak yang sering disebut sebagai periode emas.

"Karena itu, kepada mereka harus terus digencarkan bantuan sosial dalam bentuk penyediaan pangan langsung, terutama yang mengandung protein hewani, serta pemberian tablet zat besi (Fe) untuk ibu hamil dan remaja putri,” kata Agus.

FGD ini ditutup dengan pernyataan Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie, Sp.Ort. MM mewakili THC.

Baca Juga: Tekan Stunting di Bone Bolango, Rachmat Gobel Salurkan Beras Fortivit

"Kami berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam mendapatkan sumber daya manusia yang unggul, diawali dengan upaya mencegah anak-anak Indonesia mengalami stunting. Bagaimana pun juga, masa depan bangsa ada di tangan mereka,” pungkas Widya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI