Adnan menilai penunjukan Emir Moeis tersebut sebagai salah satu bentuk kemunduran BUMN di Indonesia dalam pengelolaan pengisian jabatan.
"Karena adanya pembiaran soal rangkap jabatan yang massif, korupsi yang kerugiannya harus ditambal oleh APBN melalui skema-skema tertentu, termasuk merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi. Tidak heran kalau BUMN kita sebagian besarnya tidak berkinerja baik," Adnan menambahkan.
Menurut Adnan, langkah tersebut sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel.
"Jadi saya kira ada pemakluman terhadap korupsi yang membuat para eks napi korupsi bisa menjadi pejabat publik lagi," tutup Adnan.
Bahkan, Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Abra Talattov menyebut Menteri BUMN Erick Thohir inkosistensi dengan menunjuk eks koruptor Izedrik Emir Moeis sebagai Komisaris anak usaha BUMN yakni PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).

Menurut Abra, Erick Thohir menelan ludahnya sendiri yang telah menggembor-gemborkan visi AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) pada BUMN.
"Penunjukkan Komisaris eks koruptor ini membuktikan inkonsistensi Menteri BUMN sendiri, ya menjilat ludahnya sendiri, yang katanya BUMN ingin menjadi BUMN yang profesional dan berakhlak itu tidak terbukti dengan pengangkatan ini," ujar Abra.
Dengan penunjukkan eks koruptor sebagai komisaris ini, secara kasat mata publik melihat tata kelola BUMN kembali akan mengakomodir kepentingan politik.
"Kita khawatir menjelang tahun 2024, apakah BUMN ini semakin bercampur atau semakin kuat intervensi politiknya dengan pengangkatan komisaris-komisaris," jelas Abra.
Baca Juga: Eks Koruptor Jadi Komisaris, Peneliti Sebut Pembenahan BUMN Hanya Bualan
Abra beranggapan, adanya penunjukkan ini menjadi pembuka jalan bahwa nantinya ada figur yang memiliki catatan buruk sebagai koruptor ditunjuk menjadi komisaris BUMN atau anak usaha.