Ketua DPW Pegiat Petani Porang Nusantara, Deny Welianto mengatakan, belum standarisasi harga porang secara nasional.
"Itu yang menjadi problem bagi petani untuk pengembangan budidaya porang secara masif," kata dia.
Selain itu, serapan pasar, tidak ada keseluruhan pabrik yang ada di wilayah tertentu. Saat ini ada kurang lebih sekitar 18-19 pabrik yang terpisah-pisah dan itu akan membuat jarak mobilisasi petani menjadi lebih berat, atau menambah biaya post produksi ketika panen.
Di sektor budidaya, untuk mulai budidaya porang itu tidak harus skala besar atau satu hektar dua hektar. Memulai budi daya porang itu berkaitan dengan budget dan target.
Kepala UPT Karantina Pertanian Balikpapan, Abdul Rahman, yang mewakili Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, A.M Adnan meminta petani mulai menanam porang dengan standar Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Pracliices (GHP), seperti yang persyaratan China.
Selain itu, dia juga meminta petani porang agar tidak menggunakan pupuk kimia sebagaimana yang disyaratkan dalam draf protokol ekspor chip porang ke Tiongkok.
Dalam penutup webinar, Bambang berpesan dan mengajak mengajak para pelaku usaha dan petani dalam negeri untuk disiplin terhadap tuntutan pasar global.
"Saya ingin mengajak kawan-kawan kita semua untuk sadar diri untuk disiplin terhadap tuntutan pasar global. Setiap bangsa di dunia ini beruapaya mengamankan warganya dari potensi bahaya bagi kesehatan. Saya pikir tanggung jawab ini juga melekat di kita terkait erat dengan tugas Balai Karantina yang juga bertangung jawab mengamankan resiko-resiko dari bahaya bagi kesehatan," kata Bambang.
Karena itu, Bambang mendorong para petani dan pengusaha agar menyesuaikan pangsa pasar internasional agar produk pertanian dalam negeri bisa mendapatkan harga jauh lebih bagus.
Baca Juga: Sapi Belgia Blue Bernama Dyva Bakal Jadi Indukan Unggulan Indonesia