Suara.com - Kementerian Perindustrian terus berupaya untuk memperkuat struktur industri dalam negeri di tengah dinamika kondisi perekonomian global yang tidak menentu serta masuknya gempuran produk impor di pasar domestik.
Para pelaku industri telah mengkhawatirkan hal tersebut akan menggerus utilisasi dan pengembangan industri dalam negeri.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada lawatannya ke Jepang telah melakukan pertemuan dengan perwakilan Asahi Glass Co., (AGC). Dalam pertemuannya, AGC turut menyampaikan keresahan atas maraknya barang kimia impor yang memasuki pasar dalam negeri, terkhusus produk PVC. AGC meminta agar pemerintah Indonesia dapat segera memberikan respon atas kondisi tersebut untuk melindungi industri dalam negeri.
Menperin menyampaikan, diperlukan langkah-langkah dan kebijakan strategis untuk memperkuat daya saing industri dalam negeri dan koordinasi lintas kementerian. Pasalnya, terdapat beberapa kebijakan strategis yang menentukan daya saing industri manufaktur berada di luar kewenangan Kemenperin.
“Kemenperin terus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan kementerian lain demi mencapai kebijakan strategis yang selaras dan meningkatkan daya saing industri. Terdapat beberapa kebijakan yang menentukan kemandirian industri manufaktur, diantaranya seperti harga gas untuk industri (HGBT), pengendalian impor, dan pemberian insentif fiskal,” kata Menperin di Jepang dikutip Sabtu (12/7/2025).
Dengan kebijakan yang harmonis lintas kementerian, Menperin optimis akan mampu melindungi dan memperkuat daya saing industri dalam negeri. Lebih lanjut, untuk mewujudkan kemandirian sektor industri bahan kimia, saat ini Kemenperin tengah menggenjot transformasi industri bahan kimia dalam negeri melalui berbagai pengembangan industri untuk mewujudkan kemampuan industri bahan kimia yang produktif, inovatif, dan berdaya saing.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut Menperin juga membahas komitmen Kemenperin dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan mempercepat dekarbonisasi sektor industri sebagai langkah nyata dalam mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2050, dan meminta komitmen dari AGC untuk meningkatkan kontribusinya dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2).
“Kami mengapresiasi komitmen dari AGC selama ini melalui berbagai langkah nyata yang telah diterapkan untuk mencapai Net Zero Emission lewat sertifikasi dan penerapan bisnis yang telah sejalan dengan roadmap industri nasional,” ujar Menperin.
AGC memiliki dua lini bisnis di Indonesia dan merupakan salah satu pemegang saham pada perusahaan PT Asahimas Chemical dan PT Asahimas Flat Glass yang bergerak pada sektor industri petrokimia dan kaca lembaran serta produk turunannya.
Baca Juga: Industri Otomotif Loyo, Menperin Minta Toyota, Suzuki dan Daihatsu Tak PHK Karyawan
Adapun kedua sektor industri yang dijalankan oleh AGC memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi. Menperin pun menekankan agar AGC dapat melakukan percepatan pengurangan emisi karbon. “Sumber energi yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical dan PT Asahimas Flat Glass perlu dipertimbangkan mengingat tujuan kita untuk mewujudkan industri hijau yang berkelanjutan. Sebagai alternatif, saat ini kami tengah mengkaji penerapan teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU),” tegas Menperin.
Carbon Capture and Utilization (CCU) memungkinkan karbon dioksida yang dihasilkan oleh proses industri dapat ditangkap, diproses, dan diubah menjadi produk berguna sehingga bisa dimanfaatkan oleh sektor industri lainnya. CCU sendiri dinilai lebih memiliki nilai ekonomis dibandingkan dengan Carbon Capture and Storage (CCS). Maka melalui teknologi CCU, industri mampu menghasilkan produk yang bernilai ekonomi dan tetap mengurangi emisi.
Sebelumnya, Kemenperin telah bekerja sama dengan UWin Resources Regeneration Inc., untuk mempercepat penerapan teknologi CCU. UWin Resource Regeneration Inc., sendiri merupakan sebuah perusahaan yang telah memiliki pengalaman dalam mengembangkan teknologi Carbon Capture and Industrial Emission Reduction (CCIER).