Pengamat: Pemerintah Perlu Mengubah Kebijakan Kelistrikan untuk Mendorong Pembangkit EBT

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 24 Mei 2022 | 09:02 WIB
Pengamat: Pemerintah Perlu Mengubah Kebijakan Kelistrikan untuk Mendorong Pembangkit EBT
Ilustrasi petugas memeriksa instalasi kelistrikan. (Antara/HO-PLN)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Pilihannya hanya ada dua. Menaikkan harga BBM dan listrik agar subsidi tidak membengkak, atau menambah subsidi BBM dan Listrik agar harga listrik dan BBM tidak naik,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI.

Menurut Komaidi, kepentingan jangka pendek seperti itulah yang membuat pembangunan EBT tersendat-sendat, terutama pembangkit panas bumi. Hal ini terjadi karena PT PLN memegang monopsoni (pembeli tunggal).

“PLN tentu saja akan memilih PLTU karena harganya yang murah, sehingga BPP (biaya pokok penyediaan listrik) bisa lebih rendah. Kalau dengan panas bumi, siapa yang akan menutup selisihnya agar BPP PLN tetap affordable?” katanya.

Apalagi, saat ini terjadi kelebihan pasokan listrik akibat penurunan ekonomi selama pandemi Covid-19. Komaidi menjelaskan, dengan posisi seperti itu, pemerintah harus membuat kebijakan yang memihak pada pengembangan EBT.

“Ini soal visi jangka panjang. Pembangunan EBT seperti panas bumi bisa melintasi 1-3 periode pemerintahan. Karena itu, pemerintah harus konsisten dengan semua perencanaan dan target, meskipun pemerintahannya berganti-ganti. Tanpa konsistensi sulit menjaga target itu tercapai,” katanya.

Salah satu langkah yang sudah tepat, menurut Komaidi, adalah kebijakan pengeboran eksplorasi oleh pemerintah (government drilling) karena akan mengurangi risiko pengembang yang sangat tinggi di masa-masa awal pembangunan pembangkit panas bumi. Pengembang mesti mengeluarkan biaya operasional sampai 7-10 tahun, sementara pendapatan baru muncul paling cepat pada tahun ke-8.

“Pengembang harus punya pendanaan sendiri yang kuat karena tak mudah mencari financing dari perbankan.” ucapnya.

Dengan government drilling, risiko pengembang di awal masa pembangunan diambilalih pemerintah. Pengeboran eksplorasi yang sudah dilaksanakan pemerintah di Nage, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan di Cisolok Cisukarame, Jawa Barat.

Sebagai gambaran, harga PLTP Dieng yang dioperasikan PT Geo Dipa Energi (Persero) bisa mencapai US$7-8 sen per kWh. Pengeboran wilayah kerja Dieng dilakukan Pertamina, Geo Dipa hanya membangun pembangkit dan mengoperasikannya. Government drilling mereplikasi model ini.

Baca Juga: Sudah 10 Tahun Warga di Kabupaten Maros Tinggalkan Gas LPG, Beralih ke Tai Sapi

Namun, kata Komaidi, ada kebijakan lain yang perlu dilakukan pemerintah menyangkut pasar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI