Suara.com - Sektor industri Indonesia dihadapkan pada ancaman serius. Pasokan gas bumi untuk program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang langka dan kebijakan kuota yang memberatkan membuat industri menjerit.
Menanggapi keresahan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara dan berjanji akan mendalami persoalan ini, termasuk mempertimbangkan opsi impor gas.
"Nanti HGBT kita akan dalami lagi, karena tentu kita akan melihat suplai gas terhadap industri, ketersediaan suplai gas," kata Airlangga di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Sabtu (23/8/2025).
Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah juga sedang meninjau rencana tambahan produksi gas oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memastikan ketersediaan pasokan.
Keluhan mendalam datang dari Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik (Inaplas). Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiono, membeberkan penderitaan yang dialami industri. Menurutnya, pasokan gas yang tidak pasti dan harganya yang mahal membuat biaya produksi melambung.
"Ada dua persoalan, yaitu pasokan dan harga. Pasokan gas turun karena adanya maintenance di sejumlah titik prioritas, sementara harga gas yang tinggi berpengaruh langsung terhadap harga jual, sehingga kita tidak bisa bersaing," ungkap Fajar.
Beban industri kian berat karena pembatasan volume HGBT. Pelanggan hanya boleh menggunakan 48% dari kuota HGBT. Penggunaan di atas kuota itu dikenakan surcharge 120%, membuat biaya gas melonjak dari USD 6 per MMBTU menjadi USD 17,8 per MMBTU.
Fajar memperingatkan, kondisi ini sudah berdampak pada menurunnya utilitas pabrik di dalam negeri. Bahkan, satu pabrik sudah menghentikan produksinya karena tidak mampu lagi bersaing.
"Jika produksi berhenti, perusahaan otomatis tidak mendapat pemasukan. Ujung-ujungnya pasti berakhir pada PHK. Tinggal menunggu waktu saja," tegas Fajar, menggambarkan betapa gentingnya situasi ini.
Baca Juga: Airlangga Sebut Indonesia Kalahkan Uni Eropa, Bea Masuk Biodiesel Diusulkan Dicabut
Krisis pasokan gas ini datang di saat industri plastik nasional juga sedang berhadapan dengan serbuan produk impor ilegal dan murah, terutama dari China. Fajar menyebut, gempuran ini membuat industri dalam negeri sudah kewalahan.
Pembatasan kuota gas dan tingginya harga akan menekan rantai industri hilir, yang menjadi penopang banyak lapangan kerja. Jika masalah ini tidak segera diatasi, industri hilir akan terpuruk, dan ketergantungan pada produk impor akan semakin tak terhindarkan.
Fajar berharap pemerintah bisa segera turun tangan untuk memberikan kepastian pasokan. "Pemerintah diharapkan bisa melakukan pendataan dengan benar dan melakukan crosscheck. Faktanya, utilitas industri terus menurun dan PHK semakin banyak," pungkasnya.