Keputusan Pahit dan Sulit Impor Beras 2 Juta Ton

Iwan Supriyatna | Mohammad Fadil Djailani
Keputusan Pahit dan Sulit Impor Beras 2 Juta Ton
Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). [ANTARA FOTO/Galih Pradipta].

Keputusan pahit dan sulit telah diambil oleh pemerintah. Lewat Badan Pangan Nasional pemerintah menugaskan kepada Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton.

Suara.com - Keputusan pahit dan sulit telah diambil oleh pemerintah. Lewat Badan Pangan Nasional (Bapanas), 24 Maret 2023, pemerintah menugaskan kepada Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir Desember 2023.

Dari jumlah itu, 500 ribu ton di antaranya harus diimpor segera untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP). Penugasan itu diputuskan dalam rapat bertajuk Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H dengan Presiden.

"Keputusan pahit dan sulit karena izin impor justru dikeluarkan/diberikan saat panen raya. Izin impor dikeluarkan saat panen raya ini amat jarang terjadi. Sebab, saat panen raya biasanya pasokan gabah/beras melimpah dan harga turun," kata pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori dalam catatannya kepada Suara.com, Senin (27/3/2023).

Menurut dia keputusan impor ini amat dilematis. Di satu sisi, saat ini petani menikmati harga gabah tinggi. Biasanya, saat panen raya harga tertekan. Tentu ini menguntungkan petani. Di sisi lain, karena harga tinggi Bulog kesulitan melakukan penyerapan. Sampai 24 Maret lalu, penyerapan Bulog baru 48.513 ton beras. Amat kecil.

Baca Juga: Vietnam Kurangi Kuota Impor, Harga Beras di indonesia Bakal Makin Mahal?

"Tahun ini, Bulog ditargetkan Bapanas menyerap beras petani domestik sebesar 2,4 juta ton, yang 1,2 juta di antaranya akan menjadi stok akhir tahun. Dari target itu, 70% di antaranya diharapkan bisa diserap kala panen raya sampai Mei nanti," papar Khudori.

Menimbang kondisi di lapangan, target itu hampir bisa dipastikan sulit dipenuhi. Termasuk target menyerap 70% dari 2,4 juta ton beras saat panen raya. Sementara peluang terbaik bagi pengadaan Bulog yang di panen raya. Kalau penyerapan saat panen raya terlewat atau tidak tercapai, target hampir dipastikan tak tercapai.

Pada pekan lalu, CBP yang ada di gudang Bulog hanya 280 ribu ton. Jumlah ini amat kecil. Sementara mulai Maret hingga Mei nanti Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu. Masing-masing keluarga akan mendapatkan beras 10 kg. Artinya, perlu 630 ribu ton.

"Kalau mengandalkan penyerapan/pengadaan dari dalam negeri mustahil beras sebesar itu bisa disediakan lewat mekanisme pembelian yang ada. Bapanas memang telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di petani jadi Rp5.000/kg dan beras di gudang Bulog Rp9.950/kg. Tapi harga gabah dan beras di pasar masih lebih tinggi dari HPP," paparnya.

Bapanas dan Kemenko Perekonomian dia bilang telah mengumpulkan puluhan penggilingan besar dan menengah untuk membantu memperbesar serapan beras Bulog. Mereka diminta berkomitmen untuk membantu Bulog. Tapi komitmen yang mampu diikat tidak besar, hanya 60 ribu ton. "Cara-cara ini selain tak banyak membantu, boleh jadi juga tidak ramah pasar. Pemerintah mesti membuang jauh cara-cara tak ramah pasar.," katanya.

Baca Juga: Menko PMK Sebut Dugaan Korupsi Bansos Beras Kemensos Sudah Terendus Inspektorat Sejak Awal, Kok Baru Sekarang Terungkap?

Bisa saja Bulog menyerap lewat mekanisme komersial. Jika ini ditempuh, boleh jadi CBP akan membaik jumlahnya. Tapi langkah ini sama saja mendorong Bulog agresif masuk ke pasar dan berkompetisi dengan pelaku usaha lain, baik penggilingan padi maupun pedagang beras, untuk memperebutkan gabah/beras. Langkah itu jelas tidak tepat dan menyalahi khittah keberadaan Bulog. Cara ini hanya akan membuat harga tertarik ke atas alias akan semakin tinggi.