Achmad Maulizal Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS menyatakan kelapa sawit terus mendorong PDB perkebunan positif sehinggaPDB Indonesia triwulan 1 tumbuh 5,03%.
Kelapa sawit produktivitas lahannya jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lain. Setiap tahun demand minyak sawit dunia tumbuh 8,5 juta MT sedang supply 8,2 juta MT, minyak sawit penuhi 42% supply minyak nabati dunia.
Tantangan produktivitas rendah padahal produsen nomor satu dudunia sehingga ada kampanye hitam seolah-olah melakukan deforestasi. Mengatasinya adalah menjadi world class plantation operation toward industry 4.0, memanfaatkan teknologi untuk operasional kebun.
Tantangan lainnya adalah inefisiensi usaha kebun sawit rakyat tandan kosong dan cangkang tidak dihitung, rendemen 14-25% yang dihitung, masih ada potensi pendapatan petani swadaya yang belum dihitung juga panjanganya rantai pasok. Potensi disampaikan ke UE pengembangan sawit bukan lagi perluasan tetapi perbaikan rantai pasok , perbaikan GAP.
Tanpa ada program biodiesel tidak ada keseimbangan supply demand dari produksi petani. Program ini sudah menyerap banyak CPO dan menjaga harga TBS perani. Program BPDPKS integrasi hulu hilir yaitu perbaikan kesejahteraan petani, stabilisasi harga CPO, memperkuat industri hilir.
Yanto Santoso, Profesor dari Divisi Bioprospeksi dan Pemanfaatan Lestari Hidupan Liar Dept Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata , Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University menyatakan analisis perbandingan ekonomi dan sosial, sawit lebih unggul dibandng HTI dalam menopang ekonomi rumah tangga petani,penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja.
HTI lebiih unggul dalam penerimaan PNBP, sedang sawit dalam PBB. Dampak sosial sawit dan HTI sulit dibandingkan.
Terhadap sudut profitabilitas perunit lahan, perkebunan kelapa sawit intensif memberikan opsi penggunaan lahan terbaik baik petani. Pengembalian ekonomi yang rendah, kepemlikan lahan yang kecil, struktur pasar dan rantai pasok yang kurang baik pada hutan tanaman membuat masyarakat kurang berminat.
Kajian di Sumsel, Riau, Sumut, Kalteng, Kalbar, Sulbar menunjukkan sebelum ditanam kelapa sawit 54,93% merupakan APL, 37,25% tanaman perkebunan lain, 4,25% lahan pertanian. Hanya 1,35% yang berasal dari kawasan hutan.
Baca Juga: Berharap Sepetak Tanah di Usia Senja, Satuni Doakan Petinggi PT SIMP Terketuk Hatinya
Satu tahun sebelum ditanam kelapa sawit 24,48% merupakan semak-semak, 24,68% lahan terbuka, 12,93% kebun karet, 6,42% kebun kelapa sawit, 2,19% tanaman perkebunan lain.