KSPSI Desak Pemerintah Efisiensi Izin Investasi

Iwan Supriyatna Suara.Com
Rabu, 07 Mei 2025 | 15:02 WIB
KSPSI Desak Pemerintah Efisiensi Izin Investasi
Ilustrasi investasi. (Pexels.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tingginya realisasi investasi di Indonesia sepanjang kuartal I 2025 harus bisa dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli dan mensejahterakan masyarakat. Untuk dapat mewujudkan itu, hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah memberi kemudahan bagi investor untuk bisa memulai kegiatan bisnisnya.

“Di dunia industri Indonesia, ada daftar urutan hambatan investasi. Hambatan nomor satu itu masalah regulasi, mulai dari perizinan, perpajakan, pengadaan tanah, macam-macam,” papar Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, Rabu (7/5/2025).

Sementara dinamika perburuhan hanya menempati urutan ke-11 dari daftar faktor yang menghambat masuknya modal ke Indonesia. Menurut Jumhur tuntutan peningkatan kesejahteraan yang digaungkan kelompok buruh di Indonesia tidak terlalu berpengaruh ke minat investor.

“Untuk upah ini kan ada benchmarking-nya. Apa yang dituntut buruh itu masih masuk akal dibandingkan dengan di Vietnam atau Filipina,” imbuhnya.

Seperti diketahui, akhir April lalu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi nilai investasi selama periode Januari–Maret 2025 mencapai Rp 465,2 triliun. Angka tersebut meningkat 15,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 401,5 triliun.

Oleh karena itu, Jumhur berpendapat saat ini adalah momentum bagi pemerintah untuk merealisasikan janjinya mensejahterakan masyarakat.

Caranya adalah dengan memangkas perizinan sehingga semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh industri yang otomatis mengurangi jumlah pengangguran.

“Izin-izin itu kan duit semua. Nah pemerintah itu tahu dan bisa, kalau semua itu di drop maka perusahaan-perusahaan bisa tumbuh dan memberikan kesejahteraan yang layak bagi buruh. Itu tugasnya pemerintah,” jelasnya.

Pertengahan 2024 lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merilis hasil riset yang menyebutkan cost of doing business atau biaya yang dikeluarkan untuk berbisnis pengusaha di Indonesia paling tinggi dibandingkan empat negara tetangga lainnya yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Menjadikan Indonesia negara yang tidak kompetitif dari kaca mata pelaku industri.

Baca Juga: Dapat Guyuran Dividen Triliunan Rupiah, Danantara Bersiap Buyback Saham Bank BUMN

Menurut APINDO biaya tinggi yang dikeluarkan pengusaha diantaranya untuk membayar logistik, serta bunga pinjaman bank. Biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13% serta tertinggal jauh dari Singapura yang hanya 8%. Kemudian suku bunga kredit di Indonesia berkisar antara 8-14%, lebih tinggi dari empat negara lainnya yang hanya 4-6%.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI