INDEF Ingatkan Prabowo Deregulasi Jangan Asal-asalan

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 23 Mei 2025 | 07:18 WIB
INDEF Ingatkan Prabowo Deregulasi Jangan Asal-asalan
Presiden Prabowo Subianto menunjuk Bimo Wijayanto menduduki kursi Direktur Jenderal Pajak, menggantikan Suryo Utomo. Sementara itu, Letnan Jenderal Djaka Budi Utama ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai, menggantikan Askolani.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai deregulasi aturan memang harus segera dilakukan pemerintah. Salah satunya, pada peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Sebab, INDEF menilai aturan tersebut bisa berpotensi menciptakan tekanan fiskal yang signifikan bagi negara. Mulai dari memperluas pasar rokok ilegal dan menurunkan penerimaan negara dari cukai.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman menjelaskan, industri padat karya mulai membaik, tapi langsung mendapat tekanan dari aturan tersebut.

Pekerja melinting tembakau di Aceh Besar. [Dok.Antara]
Pekerja melinting tembakau di Aceh Besar. [Dok.Antara]

"Arahan Presiden Prabowo untuk menderegulasi kebijakan yang menghambat ekonomi merupakan langkah strategis untuk merespons ancaman PHK yang semakin nyata di sejumlah sektor industri termasuk akibat dari kebijakan tarif Trump," ujarnya di Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Rizal menyebut, dalam prosesnya, deregulasi jangan asal-asalan, harus merujuk untuk bisa meningkatkan perekonomian nasional. Akan tetapi, bilang dia, dalam kasus aturan PP 28/2024 itu dinilai masih minim partisipasi banyak pihak.

Untuk lebih terarah, Rizal menyarankan pemerintah melakukan audit regulasi di semua sektor, terutama sektor padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja seperti industri tembakau dan makanan-minuman.

Kehadiran PP 28/2024 yang merupakan bentuk regulasi untuk memperkuat aspek kesehatan masyarakat memang patut diapresiasi dari sisi tujuan.

Namun, bagi Rizal, implementasi kebijakan seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dan larangan pemajangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) justru mengandung risiko besar bagi keberlangsungan industri tembakau nasional.

"PP 28/2024 berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap industri tembakau yang menyerap jutaan tenaga kerja. Aturan zonasi penjualan dan pelarangan iklan yang terlalu ketat bisa mengganggu rantai distribusi, menurunkan omzet pelaku usaha ritel, dan pada akhirnya memicu gelombang PHK, terutama di sektor buruh linting dan petani tembakau," kata Rizal.

Baca Juga: PGN-INPEX Masela Tandatangani HoA LNG Blok Masela: Pemenuhan Pasar Gas Bumi Domestik

Dia menuturkan, pemerintah perlu memandang industri tembakau sebagai ekosistem ekonomi yang kompleks dan padat karya, bukan hanya dari sisi konsumsi. Selain ancaman PHK, pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 dan wacana aturan turunannya turut berpotensi memperlemah industri legal dan memperluas pasar rokok ilegal.

Dia memperingatkan, rokok ilegal tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak pada penerimaan negara.

"Wacana ini berpotensi menurunkan daya tarik produk legal dan memperbesar ceruk pasar bagi rokok ilegal yang tidak menyumbang cukai," imbuh dia.

Rizal mengungkapkan, kontribusi cukai hasil tembakau terhadap APBN rata-rata mencapai Rp218 triliun per tahun. Bila konsumsi bergeser ke produk ilegal, negara bisa kehilangan potensi pendapatan hingga puluhan triliun rupiah per tahun.

Dia bilang, solusi untuk hadapi hal tersebut bukan hanya memperketat regulasi, melainkan memperkuat pengawasan dan edukasi publik.

"Solusinya bukan sekadar memperketat aturan, tetapi memperkuat pengawasan, edukasi konsumen, tidak menaikan cukai, memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak memberi ruang pada pasar ilegal tumbuh," jelas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI