Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan merasa kurang percaya bahwa angka pengeboran minyak atau lifting di Indonesia terus mengalami penurunan.
Bahkan, dia menduga ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum tertentu agar kinerja lifting minyak terus mengalami penurunan.
Menurut Bahlil, hal tersebut sengaja dilakukan agar Indonesia terus melakukan impor minyak mentah dari luar negeri
"Apa dengan penurunan lifting itu kita tidak punya sumber daya alam atau masih ada? Atau sengaja diturunkan supaya impor terus? Demi Allah, menurut saya, ini ada unsur kesengajaan by design," ujarnya dalam acara Energi Mineral Forum di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, yang ditulis, Selasa 27 Mei 2025.
Masih menurut Bahlil, sebelum reformasi bergulir di tahun 1998, justru Indonesia yang menjadi raja lifting minyak.
Bahkan, raksasa migas asal Malaysia, Petronas, pada masa itu, justru menyontek perusahaan migas pelat merah tersebut dalam pengelolaan minyak dan gas.
Pada masa itu, ungkap Bahlil, Pertamina bisa melakukan lifting minyak hingga mencapai 1,5 juta barel hingga 1,6 juta barel per hari.
Dengan jumlah yang cukup besar pada saat itu, RI mengalami surplus pasokan minyak mentah, bahkan bisa melakukan ekspor.
Namun, kondisi tersebut malah berbanding terbalik setelah reformasi, karena adanya kebijakan baru.
Baca Juga: Heboh BBM Langka di Bengkulu, Pertamina Alasan Gara-gara Air Surut di Pelabuhan Pulau Baai
Dengan kebijakan baru tersebut, Pertamina tidak lagi bisa melakukan kerja sama operasi (KSO) untuk mendongkrak angka lifting migas.
"Dulu Pertamina di 1998 kenapa (lifting minyaknya) turun terus? Dulu Pertamina bisa lakukan KSO untuk meningkatkan produksi. Dengan adanya perubahan regulasi, KSO dikurangi, mereka jadi ngerjain sendiri," katanya.
Tugas Swasembada Energi
Menteri Bahlil mengaku dirinya merasa geram dengan kondisi yang terjadi saat ini.
Apalagi, dia mendapatkan tugas dan amanah dari Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada energi.

Lantaran itu, ia meminta kepada semua perusahaan migas dalam negeri hingga pejabat jangan bermain-main dalam pengelolaan lifting migas.
"Tapi apakah oknum pejabat, BUMN, di sinilah awal kehancuran negara kita. Untuk menyukseskan permintaan Presiden Prabowo, sejengkal pun saya tidak akan mundur menghadapi orang-orang seperti ini," beber dia.
Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia menargetkan lifting minyak sebesar 605 ribu barel per hari (BOPD) pada tahun 2025, sebagaimana tercantum dalam APBN.
Bahlil Lahadalia mengaku optimistis target tersebut dapat tercapai bahkan melebihi, meskipun saat ini realisasi lifting masih sekitar 580 ribu BOPD .
Dalam usaha untuk mencapai target tersebut, Kementerian ESDM menerapkan tiga strategi utama.
Strategi tersebut mencakup, pertama, optimalisasi produksi dengan menggunakan teknologi mutakhir seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) dan teknik pengeboran horizontal untuk meningkatkan perolehan minyak dari cadangan yang ada.
Kemudian yang kedua, menghidupkan kembali sumur-sumur migas yang telah lama tidak aktif digunakan dengan memaksimalkan produksi dari lapangan yang selama ini kurang dimanfaatkan.
Adapun ketiga, melakukan eksplorasi intensif terhadap 68 dari 128 cekungan migas di Indonesia yang masih memiliki potensi besar namun belum tergarap.
Selain itu, pemerintah juga merencanakan melakukan pelelangan 60 Wilayah Kerja (WK) migas baru hingga tahun 2028 untuk menarik investasi dan memperkuat cadangan energi nasional .
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan berbagai insentif untuk menarik minat investor, seperti peningkatan bagi hasil migas kepada kontraktor hingga 50 persen dan peningkatan Internal Rate of Return (IRR) proyek hulu migas menjadi sekitar 15 persen hingga 17 persen .