Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan modus penipuan yang banyak dilakukan pada sektor lembaga jasa keuangan.
Salah satunya teknik sim swap yang merugikan nasabah dikarenakan melakukan transaksi di perbankan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan kejahatan di sektor perbankan saat ini semakin kompleks, terutama dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi digital.
"Berbagai modus penipuan seperti phishing, rekayasa sosial (social engineering), skimming, carding, hingga pembajakan akun melalui teknik SIM swap semakin sering terjadi," katanya dalam pernyatan tertulis, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Di saat yang sama, marak pula penipuan investasi dan pinjaman fiktif yang mengatasnamakan institusi keuangan resmi, serta fenomena arisan online ilegal yang menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat.
"Arisan online semacam ini sering menyasar kelompok rentan seperti ibu rumah tangga dan generasi muda, dengan memanfaatkan rasa percaya antarpeserta sebagai celah untuk menjalankan skema piramida atau ponzi," katanya.
Meskipun bank telah menerapkan sistem keamanan berlapis dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi, kejahatan tetap dapat terjadi jika nasabah tidak waspada atau lalai menjaga kerahasiaan informasi pribadinya.
Risiko semakin tinggi karena pelaku kejahatan digital semakin canggih, dan banyak masyarakat yang masih belum memiliki literasi digital serta keuangan yang memadai.
"Oleh karena itu, perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga keuangan, tetapi juga memerlukan regulasi yang adaptif serta kolaborasi lintas sektor untuk menanggulangi berbagai bentuk kejahatan secara menyeluruh," kata dia.
Baca Juga: Bolehkah Debt Collector Tagih Utang ke Kantor Nasabah? Ini Aturan Ketat dari OJK
Menanggapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, yang mengedepankan tujuh prinsip perlindungan konsumen, termasuk aspek pelindungan data pribadi, transparansi, serta penyelesaian pengaduan.
Regulasi ini juga memberikan OJK kewenangan untuk melakukan pembelaan hukum bagi konsumen yang dirugikan.
Di sisi lain, OJK gencar melakukan edukasi dan peningkatan literasi keuangan melalui media sosial, kampanye publik, serta kerja sama dengan lembaga pendidikan dan komunitas lokal.
Salah satu fokus utama edukasi adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan digital, termasuk arisan online ilegal, agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko di era keuangan digital yang terus berkembang.
![Ilustrasi penipuan bank swasta. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/03/26/42698-ilustrasi-penipuan-bank-swasta-ist.jpg)
Prinsip-prinsip tersebut mencakup pelindungan data pribadi, transparansi informasi, serta penyelesaian pengaduan secara adil. OJK juga diberikan kewenangan untuk melakukan pembelaan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat pelanggaran.
Selain regulasi, OJK juga aktif melakukan edukasi keuangan kepada masyarakat. Sosialisasi dilakukan melalui berbagai saluran seperti media sosial, kampanye publik, serta kerja sama dengan sekolah dan komunitas lokal.
"Salah satu fokus utama edukasi adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan digital, termasuk arisan online ilegal, agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko di era keuangan digital yang terus berkembang," bebernya.
Sementara itu, OJK bersama anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) yang didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran, telah membentuk Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan.
Sampai dengan 23 Mei 2025, IASC telah menerima 128.281 laporan yang terdiri dari 85.120 laporan disampaikan oleh korban melalui Pelaku Usaha Sektor Keuangan yang kemudian dimasukkan ke dalam sistem IASC, sedangkan 43.161 laporan langsung dilaporkan oleh korban ke dalam sistem IASC. Jumlah rekening yang dilaporkan sebanyak 208.333 dan jumlah rekening yang sudah diblokir sebanyak 47.891.
Sejauh ini, total kerugian dana yang telah dilaporkan sebesar Rp2,6 triliun dan total dana korban yang sudah diblokir sebesar Rp163 miliar. IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan.