“Peran ini sangat penting di tengah maraknya PHK dan banyaknya pengangguran. Jangan lupa bahwa total 3,9 juta pekerja di seluruh industri TPT adalah juga konsumen yang harus dijaga daya belinya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Melindungi pekerjaan mereka juga sekaligus melindungi daya beli/konsumsi masyarakat,” kata Revindo.
Revindo meminta seluruh pemangku kepentingan harusnya memiliki komitmen pada upaya menjaga daya saing industri TPT ini. Isu daya saing ini, kata dia, memang menjadi ranah pelaku usaha dalam bentuk menghadirkan produk yang efisien, kebaruan teknologi, desain, pemasaran, dan lain sebagainya. Namun ada yang menjadi ranah kebijakan publik, kata dia, khususnya yang terkait kebijakan industri dan perdagangan.
Salah satu isu penting untuk patut dicermati adalah pengelolaan impor TPT yang harusnya berfokus pada menjaga praktek perdagangan yang adil (fair) dan transparan. Sebagai anggota WTO, Revindo menegaskan, Indonesia memang tidak bisa menutup diri terhadap perdagangan bebas asalkan selama prakteknya fair, yaitu tidak ada dumping, subsidi terselubung, misklasifikasi produk atau under invoicing.
“Untuk itu kita perlu memperkuat manajemen impor untuk menjamin industri dalam negeri terlindungi dari praktek impor yang ilegal, tidak fair atau tidak transparan. Strategi ini juga lebih murah dibandingkan dengan insentif dan subsidi bagi industri, apalagi di tengah defisit APBN yang dibatasi tidak boleh melampaui Rp 616,3 triliun,” ujar pengajar di Sekolah Pascasarjana Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) ini.