Suara.com - Penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke, dan kanker kini menjadi momok utama kesehatan masyarakat Indonesia. Data WHO menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut. Sayangnya, selain berdampak pada kesehatan fisik dan mental, penyakit risiko tinggi ini juga sering kali menghantam kondisi finansial keluarga.
Inilah mengapa memiliki asuransi kesehatan, khususnya yang memberikan perlindungan terhadap penyakit kritis, menjadi semakin penting.
Biaya Pengobatan Penyakit Risiko Tinggi yang Tidak Sedikit
Tahukah Anda, biaya pengobatan penyakit jantung bisa mencapai ratusan juta rupiah, apalagi jika harus menjalani operasi bypass atau pemasangan ring. Begitu pula dengan kanker, yang membutuhkan rangkaian terapi seperti kemoterapi, radioterapi, hingga imunoterapi dengan biaya yang sangat besar. Stroke pun sering meninggalkan efek samping jangka panjang yang memerlukan rehabilitasi intensif.
Tanpa perlindungan finansial yang memadai, keluarga bisa terancam mengalami financial shock bahkan hingga menjual aset untuk biaya perawatan.
Hal ini diamini oleh Certified Financial Planner (Finance & Lifestyle for Millenial), Olivia Louise. Berdasarkan pengalaman pribadinya, penyakit kritis menyerang fondasi keuangan keluarga.
“Ketika mengalami penyakit kritis, kita mengalami risiko kehilangan pendapatan dan perlu dukungan biaya untuk kebutuhan non medis seperti transportasi, nutrisi khusus, jasa suster hingga pembiayaan pengobatan alternatif," tutur Olivia dalam peluncuran asuransi jiwa Smile Critical Ultima Care (SECURE) di Kantor MSIG Life, Sudirman, Jakarta Pusat pada Kamis, (17/7/2025).
Asuransi Penyakit Kritis: Jaring Pengaman Finansial
Asuransi penyakit kritis dirancang untuk memberikan manfaat tunai ketika nasabah terdiagnosis penyakit tertentu seperti jantung, stroke, atau kanker. Uang pertanggungan ini dapat digunakan untuk:
Baca Juga: Digitalisasi BRI Life Buka Akses Asuransi Lebih Luas dan Inklusif
- Menutup biaya perawatan medis yang tidak ditanggung BPJS atau asuransi dasar.
- Biaya hidup sehari-hari jika harus berhenti bekerja sementara.
- Mendukung terapi alternatif atau perawatan lanjutan.
Dengan demikian, pasien dapat fokus pada proses penyembuhan tanpa harus terbebani masalah keuangan.
"Dalam perencanaan keuangan, saya merekomendasikan alokasi proteksi income setara dengan 2 sampai 5 tahun penghasilan agar pendapatan tetap terlindungi ketika terkena penyakit kritis," imbuh Olivia.
Kapan Waktu Terbaik untuk Memiliki Asuransi?
Jawabannya adalah sekarang. Asuransi lebih mudah diakses ketika seseorang masih dalam kondisi sehat. Jika sudah terdiagnosis penyakit kritis, peluang untuk mendapatkan perlindungan akan sangat terbatas atau premi menjadi sangat mahal.
Selain itu, semakin muda usia saat mendaftar, premi yang harus dibayar biasanya lebih rendah.
Jangan Tunggu Sakit untuk Bersiap