Kejar Hilirisasi Logam Tanah Jarang, RI Lirik Teknologi Canggih China hingga Rusia

Kamis, 28 Agustus 2025 | 11:59 WIB
Kejar Hilirisasi Logam Tanah Jarang, RI Lirik Teknologi Canggih China hingga Rusia
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu saat menghadari OCBC One Connect, di Jakarta, Rabu (27/8/2025). [Suara.com/Rina]

Suara.com - Pemerintah Indonesia secara agresif mendorong agenda hilirisasi mineral strategis, dengan fokus utama pada logam tanah jarang (rare earth).

Untuk mewujudkan agenda tersebut, Indonesia membuka pintu kolaborasi teknologi dan pendanaan dengan mitra global, termasuk negara-negara adidaya seperti China, Amerika Serikat, dan Rusia.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, menegaskan bahwa untuk mengolah kekayaan alam ini, Indonesia membutuhkan dua elemen krusial:, yakni dukungan pendanaan dan penguasaan teknologi canggih.

"Negara kita ini punya sumber daya alam yang luar biasa. Salah satunya logam tanah jarang. Itu membutuhkan advanced technology research and development yang kuat," kata Todotua saat menghadiri OCBC One Connect 2025, Rabu (27/8/2025).

Buka Peluang Kolaborasi Teknologi Global

Menyadari tantangan teknologi tersebut, Todotua menyatakan bahwa Indonesia tidak akan berjalan sendiri.

Kerja sama internasional akan difokuskan dengan negara-negara yang telah lebih maju dalam riset dan pengembangan teknologi pengolahan rare earth.

"Indonesia tentunya tidak akan sendiri terhadap ini kita juga butuh partner dalam konteks secara teknologinya, beberapa-beberapa negara, seperti China, Amerika, atau Rusia dan lainnya. Negara-negara yang kita tahu juga sudah mempunyai teknologi terhadap ini," bebernya.

Sebagai langkah konkret, pemerintah telah membentuk Badan Industri Mineral yang akan dinahkodai oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto.

Baca Juga: Wamen Investasi dan Hilirisasi: Investasi di Sektor Manufaktur Paling Banyak Serap Tenaga Kerja

Penempatan ini menggarisbawahi komitmen pemerintah untuk menjadikan riset dan teknologi sebagai tulang punggung hilirisasi mineral strategis.

"Gini, investasi itu dua konteks hal, berbicara apalagi dalam rangka downstream atau hilirisasi satu adalah supporting pendanaan, yang kedua adalah teknologi,” imbuh Todotua.

Menurutnya, hilirisasi logam tanah jarang memiliki karakter yang berbeda dan lebih kompleks dibandingkan praktik hilirisasi yang sudah umum dilakukan, seperti pada nikel.

Ia menyebutnya sebagai era 'special downstream'.

"Konteks ini adalah konteks downstream juga tapi lebih kepada special downstream, yang lain kan selama ini ada itu kan memang downstream yang sudah common terjadi tetapi kita mau membawa proses pengolahan dan manufakturnya negara kita dalam konteks lembaga mineral itu terhadap mineral-mineral yang memang butuh lebih spesifikasi lagi dalam segi research dan teknologinya,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?