-
Rupiah menguat Rp 16.635 didukung data surplus neraca perdagangan, inflasi
-
Aktivitas manufaktur Indonesia melambat, namun PMI masih dalam fase ekspansi
-
Kekhawatiran shutdown pemerintah AS menjadi sentimen yang menekan dolar AS.
Suara.com - Nilai tukar rupiah ditutup perkasa terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu, 1 Oktober 2025. Penguatan rupiah ini didorong dari data ekonomi seperti inflasi dan neraca perdagangan.
Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 60 poin sebelumnya sempat melemah 40 poin di level Rp 16.635 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.665 per USD.
Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan pada hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai USD 5,49 miliar pada Agustus 2025. Surplus ini didapat dari ekspor sebesar USD 24,96 miliar dan impor USD 19,43 miliar.
"Sedangkan, pada tingkat inflasi Indonesia September 2025 sebesar 0,21 persen secara bulanan (mtm) dan sebesar 2,65 persen YoY. terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 185,1 agustus 2025 menjadi 187,4 pada September 2025," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/10/2025).
![Petugas salah satu tempat penukaran mata uang asing menunjukkan uang rupiah dan dolar AS, Jakarta, Selasa (14/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/01/14/21695-nilai-tukar-rupiah-ilustrasi-dolar-ilustrasi-dolar-ke-rupiah-ilustrasi-rupiah.jpg)
Sementara, lanjut Ibrahim, rupiah sempat terdampak pada posisi aktivitas manufaktur Indonesia kembali melambat pada September 2025. Indeks Manufaktur (PMI) Indonesia versi S&P Global tercatat di level 50,4, turun dari 51,5 pada Agustus.
Meski melemah, posisi ini masih sedikit berada di fase ekspansi. Adapun, PMI Manufaktur Indonesia sebelumnya telah mengalami kontraksi dalam empat bulan terakhir.
Produktivitas pada Agustus meningkat pertama kalinya sejak April 2025 lalu yang sempat anjlok ke angka 46,7.
Berdasarkan laporan terbaru S&P Global, penurunan PMI manufaktur RI ini dipengaruhi oleh melemahnya output produksi, yang tercatat turun untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir.
Dari luar negeri, Ibrahim melihat, sentimen terhadap rupiah datang dari berhentinya atau shutdown Pemerintah ederal Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Rupiah Anjlok Rp 16.800, Menko Airlangga Akui Belum Bertemu Gubernur BI! Ada Apa?
Pemerintahan akan "berhenti" setelah Kongres gagal meloloskan RUU untuk mencegah penutupan yang deadline Selasa tengah malam.
Penutupan pemerintah AS diperkirakan akan menunda rilis data pasar tenaga kerja yang sangat dinantikan minggu ini. Penutupan pemerintah yang berkepanjangan juga diperkirakan akan mengganggu rilis data AS mendatang.
Data penggajian non-pertanian untuk bulan September dijadwalkan dirilis pada hari Jumat, tetapi kini mungkin tertunda karena gangguan di lembaga-lembaga federal.
"Data tersebut diperkirakan akan memberikan isyarat yang lebih definitif mengenai pasar tenaga kerja yang mendinginnya pasar merupakan motivator utama penurunan suku bunga Federal Reserve pada bulan September," pungkas dia.