- Wakil Ketua Komisi XI DPR meminta pemerintah memastikan kebijakan kementerian tidak menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
- Regulasi antar-kementerian yang saling bertentangan berpotensi menyebabkan stagnasi pertumbuhan ekonomi secara nasional.
- Komisi XI menyoroti PP 28/2024 Kemenkes berpotensi rugikan ekonomi tanpa mitigasi risiko penerimaan negara.
Suara.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, meminta pemerintah memastikan setiap kebijakan yang dikeluarkan kementerian dan lembaga tidak justru merugikan banyak pihak dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia menekankan, kebijakan publik harus mampu menciptakan nilai tambah ekonomi serta selaras dengan agenda pembangunan nasional.
Dolfie mengingatkan, pertumbuhan ekonomi berpotensi stagnan apabila regulasi yang diterbitkan antar-kementerian saling bertentangan. Hal ini menjadi krusial mengingat sebagian besar sektor ekonomi berada di bawah kewenangan kementerian teknis.
Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu, Dolfie menyebutkan bahwa sekitar 75 persen sektor ekonomi berada di bawah kendali kementerian teknis.

Karena itu, peran Kementerian/Lembaga tidak cukup hanya membelanjakan anggaran negara, tetapi juga harus melahirkan kebijakan yang memperkuat sektor yang dikelola.
"Kalau Kementerian/Lembaga hanya membelanjakan APBN tanpa kebijakan yang mendorong nilai tambah, pertumbuhan tidak akan bergerak. Kementerian harus berani membuat terobosan yang memperkuat sektor yang mereka pimpin," imbuhnya.
Ia juga mengingatkan agar kementerian dan lembaga tidak menerbitkan regulasi yang tumpang tindih dan berpotensi mengganggu stabilitas kebijakan ekonomi nasional. "Diperlukan kebijakan dengan logical framework pemerintah," kata Dolfie.
Sorotan Komisi XI DPR RI tersebut menguat seiring munculnya polemik kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diatur dalam PP 28/2024 beserta aturan turunannya, yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Regulasi tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi apabila tidak disertai mitigasi risiko dan strategi fiskal yang matang.
Baca Juga: AMTI Khawatir Konsumen Beralih ke Rokok Murah Gegara Kebijakan Ini
Pemerintah pun diminta menyiapkan alternatif kebijakan untuk mengantisipasi dampak terhadap penerimaan negara, khususnya dari sektor cukai. Regulasi yang tumpang tindih dinilai tidak hanya menekan pemasukan negara, tetapi juga menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Oleh karena itu, regulasi teknis diharapkan sejalan dengan arah kebijakan ekonomi nasional.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun, turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi dampak PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes terhadap kedaulatan kebijakan nasional. Ia menyoroti besarnya kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) terhadap penerimaan negara.
"Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah menyiapkan strategi pengganti penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 300 triliun dari industri hasil tembakau ini?" kata Misbakhun.
Ia menegaskan bahwa industri hasil tembakau masih menjadi tulang punggung ekonomi rakyat di berbagai daerah. "Ini soal amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia," pungkasnya.