Suara.com - Mengenang tragedi Luzhniki, tragedi berdarah terbesar di dunia sepak bola yang kasusnya ditutup-tutupi oleh pemerintah Uni Soviet.
Dunia sepak bola dihebohkan dengan tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022), usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya.
Usai pertandingan Arema FC vs Persebaya, terjadi bentrok antara suporter tuan rumah, Aremania, dengan petugas keamanan yang berakhir dengan tewasnya lebih dari 100 orang dan ratusan lainnya mengalami luka.

Bermula dari aksi oknum suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan, pihak keamanan melakukan tindakan represif.
Tindakan represif tersebut salah satunya adalah dengan menembakkan gas air mata ke arah tribun yang kemudian berujung pada chaos di salah satu tribun Stadion Kanjuruhan.
Menurut data resmi yang beredar, total 131 orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
Jumlah tersebut menjadikan tragedi Kanjuruhan sebagai tragedi terbesar ketiga dalam sejarah sepak bola di belakang tragedi Lima (328 korban jiwa) dan tragedi Accra (126 korban jiwa).
Nyatanya, masih ada tragedi besar lainnya di sepak bola yang masih ditutup-tutupi. Bahkan tragedi tersebut menelan korban jiwa melebihi tragedi Lima pada tahun 1964 silam.
Tragedi tersebut adalah tragedi Luzhniki. Seperti apa kisah tragedi yang kabarnya ditutup-tutupi oleh pemerintah Uni Soviet?
Baca Juga: Puji Lawan Jelang Champions League, Graham Potter: AC Milan Tim yang Benar-benar Top
Menewaskan 336 Orang