“Ayah saya Lambert adalah seorang prajurit Knil. Pria yang sangat ketat. Ibu saya adalah wanita yang sangat manis. Kekuatan pendorong keluarga. Kami adalah 12 anak di rumah,” kata Simon Tahamata.
“Perang di Hindia Belanda, penyebab rakyat Maluku, tidak banyak dibicarakan. Orang tua saya sibuk membangun kehidupan baru di Belanda. Tetapi pikiran mereka mereka berada di Maluku Selatan,” imbuhnya.
Terlepas dari pandangannya terhadap gerakan RMS yang menjadi gerakan separatis di Indonesia ini, Simon Tahamata punya karier cemerlang di lapangan hijau.
Usai menimba ilmu di akademi Ajax Amsterdam, pria yang dulunya berposisi sebagai winger ini mampu menembus tim utama.
Setelahnya ia sempat bermain di Feyenoord dan juga berkarier di Belgia bersama Standard Liege, Beerschot, hingga Germinal Ekeren.
Tak hanya moncer di level klub, Simon Tahamata bahkan berhasil menembus Timnas Belanda dan berhasil mengoleksi 22 caps dengan sumbangan 2 gol.
(Felix Indra Jaya)