Suara.com - FIFA akhirnya menjatuhkan sanksi resmi kepada Indonesia menyusul insiden diskriminatif yang terjadi dalam pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Timnas Indonesia melawan Bahrain di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, pada 25 Maret 2025 lalu.
Keputusan ini menandai langkah tegas federasi sepak bola dunia terhadap pelanggaran perilaku suporter yang dianggap mencederai semangat sportivitas dan prinsip kesetaraan.
Informasi mengenai sanksi tersebut disampaikan oleh PSSI melalui pernyataan resmi pada Minggu, 11 Mei 2025.

Dalam surat keputusan yang diterima dari FIFA sehari sebelumnya, disebutkan bahwa pelanggaran yang terjadi dikategorikan sebagai tindakan diskriminatif sesuai dengan Pasal 15 dalam regulasi FIFA terkait disiplin pertandingan.
Insiden terjadi menjelang akhir pertandingan, tepatnya pada menit ke-80, ketika sekelompok suporter yang berada di sektor utara dan selatan stadion meneriakkan yel-yel yang bernuansa kebencian atau xenophobia terhadap tim lawan, yakni Bahrain.
"Dengan referensi FDD-23338 tentang Pasal 15 Diskriminasi, jadilah keputusan dari FIFA yang menyatakan PSSI harus bertanggung jawab atas perilaku diskriminatif suporter pada saat Indonesia melawan Bahrain yang dimainkan tanggal 25 Maret 2025 lalu," kata Arya Sinulingga dalam siaran persnya, Minggu (11/5/2025).
Aksi tersebut melibatkan sekitar 200 hingga 300 orang dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran serius oleh FIFA.
Berdasarkan hasil investigasi serta laporan dari pengawas pertandingan dan perangkat resmi FIFA, federasi menilai bahwa PSSI sebagai penyelenggara laga bertanggung jawab atas tindakan pendukungnya. Sebagai konsekuensinya, dua bentuk hukuman dijatuhkan kepada federasi sepak bola Indonesia.

Pertama, FIFA menjatuhkan sanksi denda sebesar lebih dari Rp400 juta. Jumlah ini dihitung berdasarkan tingkat pelanggaran serta dampaknya terhadap citra pertandingan internasional.
Baca Juga: Selamat Datang! Dean James Bagikan Kabar Baik Jelang Timnas Indonesia vs China
Kedua, FIFA juga menginstruksikan agar laga kandang Timnas Indonesia berikutnya digelar dengan pembatasan jumlah penonton, khususnya di area belakang gawang — yaitu di tribun utara dan selatan — sebanyak 15 persen dari total kapasitas stadion.
Laga kandang selanjutnya bagi Indonesia dijadwalkan berlangsung pada 5 Juni 2025 melawan China dalam lanjutan babak kualifikasi. Meskipun demikian, FIFA memberikan kelonggaran tertentu dalam pelaksanaan hukuman tersebut.
PSSI diberi opsi untuk mengalokasikan 15 persen kursi yang ditutup tersebut kepada komunitas yang memiliki misi anti-diskriminasi atau kelompok tertentu seperti keluarga atau pelajar, dengan syarat mereka wajib memasang atribut atau spanduk bertema anti-diskriminasi di area tersebut.
PSSI juga diminta menyampaikan rencana tempat duduk secara detail kepada FIFA selambat-lambatnya 10 hari sebelum pertandingan dimulai.
Ini menjadi bagian dari evaluasi dan kontrol yang dilakukan FIFA agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.
Dalam konteks global, FIFA memang menunjukkan komitmen kuat dalam memerangi diskriminasi dalam segala bentuk, baik rasisme, xenophobia, maupun ujaran kebencian.
Kasus-kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi, dan federasi sepak bola dunia telah berulang kali menekankan pentingnya peran federasi nasional dalam mencegah perilaku negatif dari penonton maupun pihak terkait lainnya.
Kejadian ini tentu menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dalam menjaga citra positif sepak bola nasional di mata dunia.
Tidak hanya berimbas pada aspek finansial, sanksi seperti ini juga bisa memengaruhi atmosfer pertandingan serta dukungan moral bagi pemain di lapangan.
PSSI diharapkan mampu mengambil langkah-langkah nyata untuk membina perilaku suporter, termasuk edukasi berkala tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai fair play dan menghormati lawan dalam setiap pertandingan.
Kampanye anti-diskriminasi pun menjadi agenda yang perlu digencarkan, baik melalui media sosial, stadion, hingga sekolah-sekolah sepak bola.
Dengan adanya perhatian dari FIFA terhadap perilaku penonton, maka tanggung jawab besar kini berada di pundak federasi dan seluruh elemen sepak bola nasional untuk menjaga sportivitas dan nama baik Indonesia di kancah internasional.