Seperti banyak pemain diaspora lainnya, perjalanan Jona menuju Timnas Indonesia tentu tak semudah membalikkan telapak tangan.
Masalah kewarganegaraan menjadi tantangan utama. Hingga kini, Jona belum memiliki paspor Indonesia, yang artinya perlu melalui proses naturalisasi jika PSSI benar-benar ingin mengajaknya bergabung.
Namun, pengalaman dari kasus seperti Rafael Struick, Ivar Jenner, dan Justin Hubner menunjukkan bahwa proses tersebut memungkinkan selama ada kemauan dari pemain dan federasi.
Dukungan dari keluarga juga menjadi faktor penting, dan dalam kasus Jona, tampaknya dukungan itu sudah tersedia.
Talenta Muda yang Patut Dipantau
Dengan usianya yang baru 16 tahun, Jona masih memiliki waktu panjang untuk berkembang. Ia masih berproses di akademi FC Emmen, klub yang dikenal serius dalam pembinaan pemain muda.
Lingkungan sepak bola Belanda yang kompetitif dan terstruktur juga akan sangat mendukung perkembangan skill teknis dan taktisnya.
Jika konsisten menunjukkan performa yang baik, bukan tidak mungkin ia akan dilirik oleh klub-klub Eredivisie lainnya, bahkan mungkin melangkah ke level lebih tinggi di masa mendatang.
Bagi Indonesia, ini menjadi peluang besar untuk menyematkan satu lagi talenta diaspora ke dalam skuad Garuda di masa depan.
Baca Juga: Kabar Buruk dari Elkan Baggott, Nasibnya Jadi Tidak Jelas
Harapan dan Masa Depan
Tren pemain diaspora yang kembali ke pangkuan Merah Putih memang tengah meningkat.
Publik berharap PSSI tidak melewatkan potensi seperti Jona Giesselink.
Apalagi, pemain ini berposisi sebagai gelandang yang sedang sangat dibutuhkan dalam pembangunan tim nasional yang kuat dan kompetitif.
Memanfaatkan darah Indonesia yang mengalir dalam tubuh Jona bisa menjadi strategi jangka panjang untuk memperkuat lini tengah.
Dengan pembinaan yang tepat, serta proses naturalisasi yang mulus, Jona bisa menjadi nama besar dalam skuad Timnas di masa depan.