Maruarar atau biasa dipanggil Ara menegaskan, sejak Piala Presiden digelar pertama kali pada 2015, seluruh penyelenggaraan dibiayai penuh oleh sponsor swasta.
Sama sekali tanpa menggunakan dana negara, APBN, APBD, BUMN, maupun BUMD.
“Kami menunjukkan Piala Presiden dari awal sampai sekarang, sejak 2015, tidak pernah memakai uang negara, APBN, APBD, BUMN, dan BUMD. Semuanya dari komersial, dari private sector,” tegasnya.
Pendekatan ini disebut banyak pihak sebagai terobosan penting yang menumbuhkan kepercayaan dunia usaha sekaligus memperkuat fondasi profesionalisme olahraga nasional.
Transparansi menjadi prinsip utama, dana sponsor akan diaudit secara independen, menjamin akuntabilitas publik sekaligus menjadi tolok ukur penyelenggaraan turnamen masa depan.
Berbekal dana sponsor yang terus mengalir, total hadiah turnamen tahun ini naik menjadi Rp11,5 miliar.
Pemenang utama akan menerima Rp5,5 miliar, disusul runner-up Rp3 miliar, peringkat ketiga Rp2 miliar, keempat Rp1 miliar, kelima Rp200 juta, dan keenam Rp100 juta.
“Piala Presiden 2025, juara menerima Rp5,5 miliar. Bermainnya hanya sepekan,” kata Maruarar.
Keberhasilan Piala Presiden 2025 dalam menghimpun dana besar dari sektor swasta dan menyelenggarakan turnamen dengan tata kelola modern menjadi preseden penting bagi masa depan sepak bola nasional.
Baca Juga: Mandul saat Oxford United Lumat Liga Indonesia All-Star, Seperti Apa Statistik Ole Romeny?
Dukungan berkelanjutan dari pihak swasta, seperti ASG, membuktikan bahwa industri olahraga di Indonesia memiliki daya tarik komersial dan sosial yang besar asal dikelola dengan profesional dan terbuka.
Turnamen ini bukan hanya pesta sepak bola, tapi juga model keberhasilan pembangunan olahraga tanpa ketergantungan dana negara, dan bisa menjadi rujukan bagi berbagai event olahraga lainnya di Tanah Air.