Eks Petinggi AFF Kritik Strategi Erick Thohir, Naturalisasi Jadi Bom Waktu untuk Timnas Indonesia

Rabu, 09 Juli 2025 | 12:41 WIB
Eks Petinggi AFF Kritik Strategi Erick Thohir, Naturalisasi Jadi Bom Waktu untuk Timnas Indonesia
Kebijakan naturalisasi pemain yang belakangan diandalkan oleh Timnas Indonesia menuai kritik tajam dari eks petinggi Konfederasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF), Duong Vu Lam.. (Dok. Tuoitre.vn)

Suara.com - Kebijakan naturalisasi pemain yang belakangan diandalkan oleh Timnas Indonesia menuai kritik tajam dari eks petinggi Konfederasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF), Duong Vu Lam.

Dalam pernyataannya, ia mempertanyakan arah pembangunan sepak bola jangka panjang yang ditempuh PSSI di bawah komando Ketua Umum Erick Thohir.

Duong Vu Lam menyebut bahwa Erick Thohir serta Tunku Ismail Ibrahim (TMJ, bos Johor Darul Ta'zim (JDT) dan sosok berpengaruh di balik kebijakan naturalisasi di Malaysia, bisa gencar mendorong naturalisasi di tim nasional masing-masing karena latar belakang sebagai miliarder.

Dengan sumber daya finansial yang besar, keduanya dinilai mampu menarik perhatian pemain diaspora yang memiliki darah Indonesia atau Malaysia.

Tak hanya menawarkan kesempatan tampil di level internasional, tetapi juga menjamin keamanan finansial.

Namun, pendekatan itu, terutama jika tidak dibarengi dengan perbaikan kompetisi dan sistem pembinaan, apa yang dilakukan Erick Thohir dan TMJ dinilai bisa menjadi bom waktu untuk Timnas Indonesia dan Malaysia.

"Suatu hari nanti, jika para pemimpin ini tidak lagi menjabat di sepak bola Indonesia atau Malaysia, karena tidak lagi dipercaya, karena usia, atau karena kehilangan semangat, lalu bagaimana nasib tim mereka?" ucap Duong Vu Lam dilansir dari media Vietnam, Dan Tri, Rabu (9/7/2025).

"Pemain naturalisasi tidak akan datang lagi karena tidak ada yang mau membayar, sementara pemain lokal tidak memiliki penerus. Lalu masa depan sepak bola akan ke mana?" tutupnya.

Duong Vu Lam menyebut sulit bagi Vietnam untuk bisa mengikuti jejak Timnas Indonesia dan Malaysia.

Baca Juga: Apparel Jersey Baru Timnas Indonesia Bocor? Bakal Satu 'Circle' dengan Manchester United

Tim berjulukan Golden Star Warriors itu disebut minim talent scout dan finansial. Berbeda dengan Timnas Indonesia dan Malaysia sudah punya kekuatan buat mendapat hal itu.

"Kami kekurangan tim pencari bakat dan dana besar. Vietnam tidak bisa menandingi cara para miliarder di Indonesia dan Malaysia menjalankan sepak bola," kata Duong Vu Lam.

"Perhatikan baik-baik, Presiden PSSI adalah miliarder Erick Thohir, mantan presiden klub Inter Milan."

"Sementara tokoh di balik kebijakan naturalisasi Malaysia adalah Tunku Ismail Ibrahim, pangeran di Malaysia yang pernah bernegosiasi untuk membeli klub Valencia di Spanyol," jelasnya.

Menteri BUMN Erick Thohir. [Suara.com/Achmad Fauzi].
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir. [Suara.com/Achmad Fauzi].

Fenomena naturalisasi di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia, menjadi salah satu strategi percepatan dalam meningkatkan performa tim nasional.

Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap stagnasi prestasi dalam beberapa dekade terakhir, serta tantangan dalam pengembangan bakat lokal yang belum optimal.

Indonesia, melalui PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir, mulai serius membentuk tim nasional yang kompetitif dengan memanfaatkan potensi diaspora yang tersebar di berbagai negara.

Pemain-pemain keturunan Indonesia yang telah berkembang di sistem sepak bola Eropa dinilai mampu membawa peningkatan signifikan, baik dalam kualitas permainan maupun mental bertanding.

Malaysia pun tidak tinggal diam. Dengan dukungan penuh dari Tunku Ismail Ibrahim, federasi sepak bolanya mengambil pendekatan serupa.

Proses pencarian pemain keturunan Malaysia dilakukan secara sistematis, bahkan melibatkan klub-klub besar seperti Johor Darul Ta'zim yang memiliki fasilitas modern dan manajemen profesional.

Namun, pendekatan ini bukan tanpa risiko. Ketergantungan terhadap pemain naturalisasi dinilai dapat menghambat regenerasi lokal, terutama jika tidak diimbangi dengan program pembinaan usia muda yang solid.

Selain itu, investasi besar yang diperlukan untuk meyakinkan para pemain diaspora agar bergabung dengan tim nasional juga menimbulkan pertanyaan soal keberlanjutan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI