Suara.com - Timnas Indonesia U-23 sukses menembus semifinal Piala AFF U-23 2025 sebagai juara Grup A, namun di balik keberhasilan itu tersimpan cerita menarik tentang tiga pemain top yang belum jadi pilihan utama.
Pelatih Gerald Vanenburg menerapkan rotasi ekstrem selama fase grup, di mana susunan sebelas pemain inti selalu berubah di tiap pertandingan.
Langkah ini menciptakan dinamika baru dalam skuad, tetapi juga membuat beberapa nama besar kehilangan menit bermain yang ideal.
Muhammad Ferarri

Muhammad Ferarri adalah salah satu contohnya, bek tengah yang punya rekam jejak kuat di timnas usia muda hingga senior, justru hanya bermain satu kali.
Ia tampil saat Indonesia melumat Brunei Darussalam, namun kemudian hanya menjadi cadangan di dua laga penting kontra Filipina dan Malaysia.
Kehadirannya di lini belakang digantikan oleh Kadek Arel dan Kakang Rudianto yang dipercaya Vanenburg sejak menit awal.
Achmad Maulana
![Bek Timnas Indonesia, Achmad Maulana Syarif usai berlatih di Stadion Sriwedari, Rabu (18/12/2024) sore, jelang lawan Filipina di lanjutan penyisihan Grup B Piala AFF 2024. [Suara.com/Ari Welianto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/12/18/79967-bek-timnas-indonesia-achmad-maulana-syarif.jpg)
Begitu juga dengan Achmad Maulana, bek kanan Arema FC yang dikenal kuat dalam bertahan dan rajin membantu serangan, justru jarang dimainkan.
Maulana menjadi starter melawan Brunei, absen di laga kedua, dan hanya masuk sebagai pemain pengganti saat melawan Malaysia.
Pola rotasi Vanenburg seolah tak memberi ruang bagi Maulana untuk menunjukkan kualitas konsistennya di sektor sayap kanan.
Baca Juga: Shin Tae-yong Resmi Kalah, Timnas Indonesia U-23 Era Vanenburg Cetak 3 Rekor Mengerikan
Hokky Caraka

Sementara itu, situasi lebih rumit dialami oleh Hokky Caraka, striker PSS Sleman yang biasa jadi andalan di timnas kelompok umur.
Hokky sama sekali tak bermain saat menghadapi Brunei, lalu tampil setengah babak saat kontra Filipina, dan turun sebagai cadangan melawan Malaysia.
Sejauh ini, Hokky belum sekalipun diberi kesempatan bermain penuh dalam satu pertandingan, meskipun dikenal tajam di kotak penalti.
Ketiganya sebenarnya punya reputasi kuat dan jam terbang tinggi, bahkan beberapa sudah debut di timnas senior.
Namun, strategi Vanenburg justru memberi prioritas pada pemain-pemain yang tampil baik saat latihan atau sesuai taktik lawan.
Keputusan ini memunculkan pertanyaan tentang skema ideal yang akan digunakan di babak semifinal menghadapi lawan yang lebih tangguh.