Suara.com - Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Jumat (25/7) malam nanti tidak hanya akan menjadi saksi pertarungan sengit antara Timnas Indonesia U-23 vs Thailand U-23.
Lebih dari itu, laga semifinal Piala AFF U-23 2025 ini adalah sebuah adu cerdas di pinggir lapangan, sebuah bentrokan dua kutub filosofi sepak bola antara Gerald Vanenburg dan Thawatchai Damrong-Ongtrakul.
Di satu sisi, ada Vanenburg, legenda Belanda yang membawa cetak biru sepak bola menyerang dan penguasaan bola.
Di seberang, berdiri Damrong-Ongtrakul, seorang pragmatis ulung yang menjadikan hasil akhir sebagai kitab sucinya.
Pemenang laga ini tidak hanya akan ditentukan oleh skill pemain, tetapi juga oleh kejelian sang juru taktik.
Sebagai produk asli dari salah satu generasi emas sepak bola Belanda dan pemenang Euro 1988, filosofi Gerald Vanenburg sudah terpatri dalam DNA-nya.
Ia adalah penganut mazhab Johan Cruyff yang mengutamakan permainan indah, dominasi, dan kecerdasan teknis.
Berbeda 180 derajat, Thawatchai Damrong-Ongtrakul adalah seorang pelatih yang ditempa oleh kerasnya persaingan di Liga Thailand.
Ia adalah seorang realis yang tahu cara memenangkan pertandingan, meskipun dengan cara yang tidak selalu indah.
Baca Juga: 1 Detik Gabung Cremonese Emil Audero Cetak Rekor Gila

Filosofi Taktik Gerald Vanenburg
Gerald Vanenburg, pelatih asal Belanda berusia 61 tahun, membawa pengalaman melatih tim muda Ajax dan PSV ke Timnas Indonesia U-23.
Filosofinya berfokus pada membangun identitas tim yang kuat dengan gaya bermain dominan melalui penguasaan bola.
Vanenburg menekankan pentingnya mentalitas juara dan tidak terpaku pada kekuatan lawan.
“Hal yang paling penting adalah kami fokus pada diri kami. Jika kami bisa bermain dengan cara kami sendiri, itu yang paling penting,” ujarnya dalam sesi latihan di Jakarta.
Vanenburg kerap menggunakan formasi 4-3-3, yang memungkinkan timnya bermain agresif di lini serang dengan memanfaatkan kecepatan sayap dan kreativitas lini tengah.