Penyakit Lama Timnas Indonesia Kambuh Lagi! Terbongkar usai Ditahan Lebanon

Arief Apriadi Suara.Com
Selasa, 09 September 2025 | 14:49 WIB
Penyakit Lama Timnas Indonesia Kambuh Lagi! Terbongkar usai Ditahan Lebanon
Adrian Wibowo di Timnas Indonesia vs Lebanon (ig Adrian Wibowo)
Baca 10 detik
  • Masalah utama Timnas Indonesia adalah ketidakmampuan mengubah dominasi total (81% penguasaan bola, 9 tembakan) menjadi gol, dengan nol tembakan tepat sasaran.
  • Dua kelemahan yang paling terlihat adalah tumpulnya penyelesaian akhir di lini depan dan serangan yang terlalu monoton serta mudah dibaca lawan.
  • Hasil ini menjadi peringatan serius bagi Patrick Kluivert untuk segera membenahi tim sebelum menghadapi lawan yang jauh lebih kuat seperti Arab Saudi dan Irak di Kualifikasi Piala Dunia.

Suara.com - Timnas Indonesia mendominasi total laga kontra Lebanon. Namun, penguasaan bola yang mencapai 81 persen itu pada akhirnya tak berbuah kemenangan untuk Garuda.

Di papan skor Stadion Gelora Bung Tomo, Senin (8/9/2025) malam, yang terpampang hanyalah angka 0-0.

Timnas Indonesia kembali terjangkit 'penyakit lama' yang paling ditakuti: mandul di depan gawang.

Hasil imbang melawan Lebanon ini menjadi sebuah alarm keras. Di balik dominasi yang tak terbantahkan, ada dua borok serius dalam permainan skuad Garuda yang terbongkar dengan sangat jelas.

Jika tak segera diobati, dua laga di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada Oktober nanti bisa berubah menjadi mimpi buruk.

Lalu, apa saja penyakit Timnas Indonesia yang belum juga disembuhkan dan terekspos di laga kontra Lebanon?

1. Lini Depan yang Tumpul Tanpa Predator

Masalah pertama dan paling krusial adalah penyelesaian akhir. Sembilan tembakan yang dilepaskan sepanjang laga tak ada satu pun yang mengarah tepat ke sasaran. Ini adalah bukti nyata betapa tumpulnya lini serang Indonesia.

Absennya sosok predator seperti Ole Romeny begitu terasa. Mauro Zijlstra, yang dipercaya sebagai starter, belum mampu menjadi jawaban.

Baca Juga: Analisis Gerald Vanenburg: Tantangan Berat Timnas Indonesia U-23 Hadapi Korea Selatan

Peluang yang didapat Stefano Lilipaly dan Miliano Jonathans juga terbuang percuma. Dominasi permainan menjadi sia-sia ketika tidak ada sosok striker klinis yang mampu mengubah peluang menjadi gol.

2. Serangan Monoton yang Terlalu Mudah Dibaca

Masalah kedua adalah variasi serangan yang sangat terbatas. Sepanjang laga, Indonesia seolah hanya punya satu jurus: mengandalkan umpan silang dari kedua sisi sayap.

Dean James dan Yakob Sayuri memang aktif mengirimkan bola ke kotak penalti, namun hasilnya nihil.

Pola serangan yang monoton ini menjadi santapan empuk bagi pertahanan Lebanon yang bermain disiplin.

Mereka dengan mudah membaca arah serangan dan mematahkannya sebelum menjadi bahaya. Upaya menembus dari tengah hampir tidak terlihat.

Permainan baru sedikit lebih hidup saat Thom Haye dimasukkan di babak kedua. Serangan dari lini tengah mulai terlihat.

Namun, kontribusi dari gelandang lain seperti Eliano Reijnders dan Adrian Wibowo masih sangat minim.

Meski mencatatkan 25 sentuhan di area pertahanan lawan, gol yang dinanti tak kunjung tiba.

Kontributor : Imadudin Robani Adam

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI