- Desakan agar Erick Thohir mundur dari jabatan Ketua Umum PSSI semakin menguat
- Rangkap jabatan Erick sebagai Menpora dan Ketum PSSI menjadi sorotan utama
- Delapan janji reformasi Erick Thohir dinilai belum banyak terealisasi
Suara.com - Kegagalan Timnas Indonesia untuk melangkah ke Piala Dunia 2026 berimbas pada desakan untuk Erick Thohir meletakkan jabatannya sebagai ketum PSSI.
Desakan itu muncul dari petisi yang menginginkan Erick Thohir tak lagi menjabat sebagai ketum PSSI.
Petisi ini muncul bukan dilandasi kebencian pribadi terhadap Erick Thohir, melainkan bentuk kecintaan terhadap masa depan sepak bola Indonesia agar lebih sehat dan profesional.
Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro, menilai ada tiga alasan krusial yang membuat Erick seharusnya mundur dari kursinya di federasi.

Salah satu yang paling disorot adalah rangkapan jabatan Erick sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
“Posisi Erick merangkap sebagai Ketua Umum PSSI dan juga Menpora merupakan anomali yang berbahaya,” ujar Indro.
“Kondisi ini menimbulkan potensi konflik kepentingan, merusak etika, dan membuka ruang pengaruh politik di tubuh PSSI. Sepak bola Indonesia membutuhkan pemimpin yang fokus 100 persen, tanpa terbagi antara urusan federasi dan birokrasi,” tegasnya.
8 Janji Erick Thohir Saat Jadi Ketum PSSI
Erick Thohir sendiri terpilih sebagai Ketua Umum PSSI pada Kongres Luar Biasa (KLB) Februari 2023.
Baca Juga: Jelang FIFA Matchday November, Timnas Indonesia Masih Tanpa Pelatih dan Lawan
Dalam pemilihan yang digelar di Hotel Shangri-La Jakarta, Erick menang telak dengan 64 suara, mengalahkan rival terdekatnya La Nyalla Mattalitti yang hanya memperoleh 22 suara.
Ketika itu, publik sepak bola sempat menaruh harapan besar.
Erick datang dengan semangat perubahan dan membawa delapan janji kerja yang ia sebut sebagai peta jalan menuju sepak bola Indonesia yang bersih, profesional, dan berprestasi.
Ia bahkan menjadikan sarasehan nasional sebagai langkah pertamanya, mempertemukan seluruh pemangku kepentingan mulai dari klub Liga 1 hingga pelatih dan wasit.

Tujuannya kala itu adalah menyusun visi bersama dalam membangun sepak bola nasional yang transparan dan terarah.
Namun, dua tahun berjalan, janji-janji reformasi itu dinilai belum menunjukkan hasil signifikan.