- Luca Toni bukan bakat muda, namun jadi legenda lewat kerja keras dan konsistensi.
- Puncak karier: top skor Eropa, juara dunia 2006, dan treble domestik bersama Bayern Munich.
- Di usia 38 tahun, ia mencetak sejarah sebagai Capocannoniere tertua Serie A.
Ia mencetak dua gol di perempat final melawan Ukraina dan membantu Gli Azzurri menjuarai dunia untuk keempat kalinya.
Namanya pun abadi sebagai bagian dari generasi emas yang menaklukkan dunia di Berlin.
Setelah menjadi juara dunia, Toni menantang diri ke luar negeri.
Ia bergabung dengan Bayern Munich dan langsung menjadi mesin gol di Jerman, 39 gol di semua kompetisi, membawa Bayern meraih treble domestik musim 2007/08.
Namun cedera dan konflik dengan pelatih Louis van Gaal mengakhiri petualangannya lebih cepat dari yang diharapkan.
Meski sempat meredup, Toni kembali menemukan sinarnya di usia senja.
Bersama klub kecil Hellas Verona, ia mencetak lebih dari 20 gol di dua musim berturut-turut—dan pada usia 38 tahun, menjadi pencetak gol terbanyak Serie A (Capocannoniere), rekor luar biasa bagi pemain seusianya.
Total, Toni menutup kariernya dengan 322 gol dari 705 pertandingan, angka yang menegaskan statusnya sebagai salah satu predator paling efektif yang pernah dimiliki Italia.
Kini, di era sepak bola modern yang lebih mengutamakan kecepatan dan pressing, sosok penyerang seperti Luca Toni semakin langka.
Baca Juga: Kena Marah Pelatih, Berapa Rating Jay Idzes saat Sassuolo Dihajar Genoa?
Namun kisahnya tetap jadi pengingat bahwa tidak semua bintang lahir muda, sebagian, seperti Toni, meledak di saat dunia tak lagi memperhitungkan mereka.
Kontributor: Adam Ali