- Tijjani Reijnders, gelandang Manchester City, menolak label "The Next De Bruyne" meski memuji perbandingan tersebut.
- Reijnders mendefinisikan dirinya sebagai gelandang serba bisa nomor delapan klasik dengan peran berbeda dari De Bruyne.
- Kekuatan utama Reijnders adalah penempatan posisi tepat untuk menciptakan peluang mencetak gol dalam setiap pertandingan.
Suara.com - Bermain gemilang di lini tengah Manchester City tak pelak mengundang perbandingan Tijjani Reijnders dengan Kevin De Bruyne.
Tijjani Reijnders diberi label The Next De Bruyne, tapi hal tersebut bukanlah sebuah pujian yang ia inginkan.
Kakak dari gelandang Timnas Indonesia, Eliano Reijnders ini secara tegas menolak perbandingan tersebut dan memilih untuk mendefinisikan identitasnya sendiri.
Sejak debut impresifnya, para analis mulai menyamakannya dengan maestro asal Belgia tersebut. Namun Tijjani dengan cepat menepis label itu.
Baginya meskipun perbandingan itu adalah sebuah pujian, peran dan kualitas yang ia miliki di lapangan sangatlah berbeda.
"Setelah debut saya melawan Wolves, para analis membandingkan saya dengan Kevin De Bruyne. Itu jelas pujian yang luar biasa. Tapi peran saya berbeda, kualitas saya berbeda," kata Tijjani Reijnders dikutip dari Tribuna.
Ia bahkan menegaskan bahwa ini bukanlah pertama kalinya ia meluruskan persepsi tersebut.
"Saya sendiri sudah mengatakannya berkali-kali. Saya bukanlah De Bruyne yang baru," tambah pemain keturunan Indonesia ini.
Adapun Tijjani Reijnders mendefinisikan dirinya sebagai seorang gelandang serba bisa yang beroperasi sebagai nomor delapan klasik yang aktif bergerak dari kotak penalti sendiri hingga ke kotak penalti lawan.
Baca Juga: Aturan Berat Badan Pep Guardiola Jelang Laga Manchester City Lawan Nottingham Forest di Liga Inggris
"Saya gelandang serba bisa, tetapi saya terutama melihat diri saya sebagai pemain nomor delapan," kata Tijjani.
"Seorang pemain box-to-box, beroperasi di antara pertahanan dan serangan. Saya suka terlibat dalam membangun serangan dan di fase akhir," imbuhnya lagi.
Meskipun menolak perbandingan, Tijjani mengakui ada satu kesamaan: yakni kemampuan untuk menciptakan bahaya di depan gawang.
Ia menyoroti bahwa kekuatan terbesarnya adalah kemampuannya untuk menempatkan diri di posisi yang tepat untuk mencetak gol.
Meskipun keran golnya di City belum sederas saat ia masih berseragam AC Milan, ia sama sekali tidak khawatir. Baginya yang terpenting adalah proses untuk berada di posisi yang benar.
"Kemampuan terbesar saya adalah sering berada di posisi yang tepat untuk mencetak gol. Biasanya, saya mendapatkan setidaknya dua peluang bagus per pertandingan," kata Tijjani.