- Patrick Kluivert dipecat Oktober 2025 setelah gagal memenuhi target lolos Piala Dunia 2026.
- Pemain Ole Romeny memuji Kluivert sebagai mentor detail yang sangat memahami kebutuhan pemain.
- Romeny menyebutkan tekanan ekspektasi besar dari suporter Indonesia sebagai faktor utama kegagalan Kluivert.
Suara.com - Teka-teki dan perdebatan di balik pemecatan Patrick Kluivert dari kursi pelatih Timnas Indonesia kini mendapat perspektif baru dari salah satu pemain di lini depan, Ole Romeny.
Ia tidak hanya memberikan pujian personal untuk sang pelatih, tetapi juga mengungkap analisis tajam mengenai musuh sesungguhnya yang dihadapi Kluivert yaitu tekanan ekspektasi yang luar biasa besar.
Seperti diketahui, petualangan Patrick Kluivert bersama skuad Garuda berlangsung sangat singkat.
Ditunjuk pada Januari 2025 dengan target utama lolos ke Piala Dunia 2026, ia harus angkat koper pada Oktober 2025 setelah menelan dua kekalahan krusial di babak keempat kualifikasi.
Bagi Ole Romeny pribadi, Kluivert adalah sosok pelatih yang sangat ia hormati.
Pengalamannya sebagai pemain kelas dunia, menurut Romeny menjadikannya seorang mentor yang sangat detail dan mampu memahami kebutuhan para pemainnya.
"Senang bekerja dengannya. Kluivert adalah pelatih yang mengerti saya. Ia pernah bermain di level tertinggi dan sangat ahli dalam memberikan nasihat yang detail," kata Ole Romeny dikutip dari Utrecht Fans, Senin (29/12/2025).
Namun di balik pujiannya, Romeny juga memberikan sebuah analisis jujur mengapa pelatih sekaliber Kluivert bisa gagal.
Ia menyoroti faktor non-teknis yang seringkali luput dari perhatian, beban mental dan tekanan luar biasa saat menukangi tim nasional dari negara dengan lebih dari 280 juta penduduk yang gila akan sepak bola.
Baca Juga: Bedah Gaji 3 Pelatih Timnas Indonesia: John Herdman Lebih Murah dari STY dan Kluivert
Menurutnya inilah alasan fundamental di balik perpisahan antara Kluivert dan PSSI.
"Saya masih merasakan kehilangannya, tetapi tekanannya terlalu besar. Melatih Indonesia (negara dengan lebih dari 280 juta penduduk) bukanlah pekerjaan mudah," kata pemain berusia 25 tahun tersebut.
Pengakuan dari Romeny ini menjadi sebuah cerminan dari dalam ruang ganti, menunjukkan bahwa kualitas seorang pelatih terkadang tidak cukup untuk menaklukkan tantangan unik yang datang dari ekspektasi raksasa sebuah bangsa.
Saat ini, Romeny sendiri tengah berjuang untuk kembali ke performa terbaiknya bersama Oxford United.
Setelah pulih dari cedera, ia telah mencatatkan tujuh penampilan, namun masih menanti gol atau assist pertamanya musim ini.