"Kenapa cuitan ini dihapus, Bang @NasbiHasan? Apakah Anda menyesal telah menuduh pengkritik RUU TNI menyebarkan provokasi dan narasi bohong sehingga buzzer-buzzer berdatangan ke akun saya?" tulis Fedi lagi.
Ayah tiga anak itu juga mengkritisi nada ancaman dalam pernyataan Hasan, "Kalau mereka nggak minta maaf, sebaiknya kita sebut sebagai apa?"
Menurut Fedi, gaya komunikasi seperti itu sangat tidak layak untuk pejabat setingkat Kepala Komunikasi Presiden.
Fedi tidak berhenti pada aspek komunikasi, tetapi juga menyoroti substansi RUU TNI yang memicu aksi demonstrasi mahasiswa secara sporadis.
Menurutnya, aturan baru tersebut membuka peluang bagi prajurit aktif TNI untuk menempati jabatan sipil secara tak terbatas, sesuatu yang dianggap sebagai bentuk baru dari Dwifungsi ABRI ala Orde Baru.
"Melihat naskah akademik RUU TNI, terutama di bagian yang saya highlight, itu alasan saya menolak RUU TNI, Bang," tulisnya saat itu.
"Itu berarti jumlah prajurit aktif TNI pada kementerian/lembaga lain bisa tak terbatas. Itulah Dwifungsi ABRI!" lanjut Fedi.
Dia menambahkan, meskipun survei menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi publik terhadap TNI, hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk melanggengkan dominasi militer di ranah sipil.
"TNI aktif menduduki jabatan sipil yang berpotensi tak terbatas, itu beda urusan. Presiden kita lulusan Orba, Bang," ucap Fedi.
Baca Juga: Fedi Nuril Merasa Aneh Bakal Dijauhi Produser Film Bila Sering Kritik Pemerintah

Respons Fedi Nuril banyak mendapat dukungan dari masyarakat yang mendambakan gaya komunikasi pemerintahan yang lebih bijak.
Dalam era digital saat ini, di mana setiap pernyataan bisa menyebar dengan cepat, kepekaan dan kecermatan dalam berkomunikasi menjadi kunci.
Pengunduran diri Hasan Nasbi menjadi semacam konsekuensi dari akumulasi kritik publik, salah satunya berasal dari suara-suara seperti Fedi Nuril.
Tidak hanya sebagai aktor, Fedi memang sangat vokal menyuarakan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial dan politik.
Kontributor : Chusnul Chotimah