Film ini dibintangi oleh dua aktor populer Thailand, Billkin Putthipong dan PP Krit, yang memiliki basis penggemar besar di Indonesia.
Kisahnya mengikuti Menn, seorang polisi undercover, yang secara tidak sengaja mengambil amplop merah yang mengikatnya dalam "pernikahan" dengan hantu pria gay bernama Titi.
Hubungan antara Menn dan Titi yang awalnya canggung, berkembang menjadi kerja sama untuk memecahkan misteri kematian Titi dan menuntaskan kasus narkoba yang tengah diusut Menn.
Lebih dari sekadar film komedi supranatural, The Red Envelope menyuguhkan isu yang jarang diangkat secara eksplisit dalam sinema Asia Tenggara, yakni representasi LGBTQ+.
Film ini tidak hanya menampilkan hubungan sesama jenis, tetapi juga menyoroti diskriminasi dan tekanan sosial yang dihadapi oleh kaum minoritas seksual.
Tak heran, muatan tematik ini disebut-sebut sebagai salah satu alasan film tersebut belum lolos sensor di Indonesia.
Di tengah gelombang progresif yang mulai terlihat di kawasan Asia, The Red Envelope hadir sebagai simbol perubahan dan keberanian untuk merayakan keberagaman.
Namun sayangnya, kondisi di Indonesia belum memungkinkan representasi seperti ini diterima secara luas dalam media arus utama.
Banyak penggemar yang kini pesimistis terhadap kemungkinan film ini tayang di bioskop nasional.
Baca Juga: Review Film April: Saat Keindahan dan Kepedihan Berjalan Beriringan
"Kalau memang tidak lolos sensor, apakah artinya kita tidak akan pernah bisa nonton secara resmi?" tanya salah satu penggemar di media sosial.
Beberapa bahkan mengusulkan agar film ini ditayangkan secara terbatas di platform streaming, jika memang rilis bioskop tidak memungkinkan.
Kini, nasib The Red Envelope di Indonesia masih menggantung. Para penggemar hanya bisa berharap bahwa revisi yang diajukan dapat diterima agar bisa tayang.
Kontributor : Chusnul Chotimah