Suara.com - Ariel NOAH yang juga Wakil Ketua Umum Vibrasi Suara Indonesia (VISI) terang-terangan menyebut hasil akhir perseteruan Agnez Mo dan Ari Bias atau Ari Elkasih, menyisakan masalah besar di industri musik Tanah Air.
Menurut Ariel, kasus tersebut membuat hubungan antara penyanyi dan pecipta lagu menjadi panas.
"Sidang Agnez itu menyisakan satu masalah, yang menurut kami berbahaya banget," ujar Ariel NOAH, saat hadir sebagai narasumber di podcast TS Media, yang diunggah baru-baru ini.
Masalah yang Ariel NOAH maksud adalah peluang penyalahgunaan hasil putusan pengadilan dari para pencipta lagu ke penyanyi.
"Itu bisa dimanfaatin sama oknum. Kan sebenarnya, apa pun profesinya ya selalu ada aja namanya oknum kan," kata Ariel NOAH.

Contoh permasalah sudah Ariel dapat dari salah satu temannya, yang juga berprofesi sebagai penyanyi.
"Yang terjadi salah satunya ke temen kami, dia bernyanyi di 2023. Tiba-tiba, karena kejadian ini, di 2025 bulan Februari kayaknya, dia ditagih untuk membayar apa yang dia lakuin di 2023," imbuh Ariel.
Nominal uang yang diminta sang pencipta ke penyanyi untuk performing rights karyanya pun terbilang sangat tinggi.
"Dengan harga yang lumayan ditembak ya, sampai puluhan juta," ucap pemilik hits "Separuh Aku" ini.
Baca Juga: Lesti Kejora Dipolisikan karena Cover Lagu Yoni Dores, Ariel NOAH Pasang Badan: Kenapa Dipidanakan?
Penyanyi yang dirahasiakan identitasnya itu sampai mengutarakan penyesalan setelah membawakan lagu tersebut, karena ujungnya ikut dimintai bayaran dengan nominal tidak wajar.
"Dia sampai bilang, 'kalau tahu harganya segini sih, mending saya enggak nyanyiin nih'," tutur Ariel.
Contoh kasus seperti itu juga yang mendorong terbentuknya VISI. Tidak adil menurut para penyanyi, kalau akhirnya pencipta lagu jadi mencari-cari kesempatan mengambil keuntungan.
"Menurut kami, ya enggak fair. Kan jadinya mundur gitu, malah jadi dicari-cari. Oh, tahun segini dia bawain nih," kata Ariel mengeluh.
Setahu mereka yang tergabung dalam VISI, masalah perizinan lagu serta pembagian royalti mestinya sudah selesai sejak sebelum sebuah karya dirilis ke publik.
"Coba dilihat dulu deh di kontrak awalnya. Saya bicara mechanical rights deh. Dari awal kan sudah pasti ada kontrak, sudah pasti izin, dan pasti si pencipta ini mengizinkan," ujar Armand Maulana selaku Ketua Umum VISI, di tempat yang sama.
"Kalau setelah bertahun-tahun tiba-tiba muncul skema baru yang kami harus izin, ya itu yang bikin kami kaget. Selama ini kan enggak gini," katanya menyambung.
Sebagaimana diketahui, kisruh penyaluran performing rights dari penyanyi ke pencipta lagu memang masih jadi isu besar yang mendapat sorotan.
Semakin banyak pencipta lagu dari Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang ikut mengeluhkan masalah minimnya performing rights yang didapat dari karya-karya ciptaan mereka.
Sebut saja Denny Chasmala hingga Rieka Roslan, yang dari karya-karya populernya cuma bisa menghasilkan uang puluhan juta Rupiah dalam satu tahun.
Lagi-lagi, sistem pembayaran langsung atau direct license dianggap solusi terbaik oleh para anggota AKSI untuk memenuhi rasa keadilan mereka.
![Agnez Mo [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/25/41166-agnes-monica-agnez-mo.jpg)
Model pendistribusian performing rights lewat LMK yang selama ini diterapkan mereka yakini tidak efektif sama sekali.
Namun bagi yang tidak tergabung dalam AKSI, mereka percaya masih ada harapan untuk pembenahan sistem kerja dari LMK agar bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
VISI jadi salah satu kelompok para pelaku industri musik Tanah Air yang percaya bahwa LMK atau LMKN masih bisa berbenah untuk menghadirkan sistem penyaluran royalti yang lebih transparan.
Mereka yang tergabung dalam VISI juga meyakini bahwa pembenahan ketentuan tentang izin penggunaan karya cipta dalam UU Hak Cipta masih bisa jadi solusi untuk menuntaskan sengkarut penyaluran royalti.
Terlepas caranya yang berbeda, perjuangan masing-masing kubu tetap membawa misi untuk memperjuangkan hak para musisi yang belum terpenuhi.