Produser monolog "Aku yang Tak Kehilangan Suara", Joane Win mengaku tak salah memilih Tika Bravani sebagai aktor.
Dia menilai, Tika adalah sosok yang disiplin dan pekerja keras.
"Kami pilih Tika karena latihan selalu ontime. Dia juga melatih stamina luar biasa. Keinginan kami penonton mengerti sejarah, bukan hanya Ahmad Dahlan, tapi Siti Walidah juga," katanya
Monolog "Aku yang Tak Kehilangan Suara" ini tak hanya membawa penonton menyelami sisi sejarah yang sering luput dari sorotan, tapi juga menyentuh dimensi emosi yang sangat manusiawi—tentang perjuangan, pengabdian, dan suara seorang perempuan yang tak pernah padam meski zaman terus bergulir.
Diselenggarakan oleh Regina Art, acara ini merupakan hasil kerja sama dengan Djarum Foundation, menghadirkan sebuah pertunjukan yang sederhana namun kuat.
Panggung yang minim properti justru menjadi ruang yang luas bagi sang aktor tunggal Tika Bravani untuk menyalurkan kekuatan narasinya.
Dalam monolog itu, Siti Walidah tak hanya hadir sebagai tokoh pendamping sang suami, tetapi sebagai sosok pemikir, pendidik, dan pejuang perempuan yang berdiri di garis depan.
Penonton akan dibuat larut dalam dialog batin Siti Walidah, tentang keyakinan, keraguan, dan
keberanian untuk tetap bersuara di tengah tradisi yang membungkam.
Pertunjukan ini menjadi ruang refleksi, khususnya bagi generasi muda dan pelajar yang hadir.
Baca Juga: Review Sore - Istri dari Masa Depan: Romansa dan Pesan Sehat yang Sempurna
Bahwa sejarah tak selalu ditulis dengan suara yang lantang—kadang, justru dengan bisikan yang bertahan paling lama dalam ingatan.