Buka Suara Terkait Kerusakan Raja Ampat, Ganjar Pranowo Diroasting Cari Kesempatan dalam Kesempitan

Ferry Noviandi Suara.Com
Senin, 09 Juni 2025 | 21:28 WIB
Buka Suara Terkait Kerusakan Raja Ampat, Ganjar Pranowo Diroasting Cari Kesempatan dalam Kesempitan
Ganjar Pranowo di Papua. (Instagram)

"Jauh amat ngurusin Raja Ampat, di Jawa Tengah aja 10 tahun gitu-gitu aja, banyak jalan yang masih berlubang," tulis warganet lain.

Dampak Penambangan dan Hilirisasi Nikel Raja Ampat

Untuk diketahui, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan pertambangan nikel yang terjadi di Raja Ampat akan mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata masyarakat setempat.

Lebih lanjut, Kiki menjelaskan bahwa dampak hilirisasi nikel di Raja Ampat tak hanya mengancam kehidupan biota laut, tetapi juga satwa khas Papua yang hidup di kawasan tersebut.

Adapun salah satunya adalah cendrawasih botak (Cicinnurus respublica) atau Wilson's bird-of-paradise, yang merupakan spesies endemik dan hanya ditemukan di wilayah Raja Ampat.

Berdasarkan data Greenpeace, lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami di tiga pulau telah dibabat untuk aktivitas pertambangan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat mengunjungi lokasi tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat [Suara.com/Kementerian ESDM]
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat mengunjungi lokasi tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat [Suara.com/Kementerian ESDM]

Selain kerusakan daratan, Kiki juga mengungkapkan kekhawatiran atas kerusakan terumbu karang akibat lalu lalangnya kapal tongkang pengangkut nikel yang melintasi wilayah perairan Raja Ampat.

Pihak Greenpeace Indonesia mengingatkan, pertambangan nikel itu terus dibiarkan, kawasan ini bisa rusak parah.

Terkait hal tersebut, Iqbal selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengungkapkan, pemerintah kurang menanggapi aspirasi masyarakat yang khawatir terhadap kelestarian lingkungan hidup di Raja Ampat.

"Pertanyaan mendasarnya dari kita semua adalah apakah kita mau nunggu Raja Ampat hancur dulu baru kita bertindak? Apakah kita mau lihat dulu Raja Ampat ini hancur sehingga tidak lagi ada tempat wisata, baru kita bilang, "Wah, Raja Ampat sudah hancur." Baru kita boleh menutup atau kemudian baru kita bilang bahwa perusahaan ini melanggar aturan," ucap Iqbal.

Baca Juga: Kritik Telak Bivitri Susanti soal Izin Tambang di Raja Ampat: Hukum Cuma jadi Tameng Penguasa Culas!

Kontributor : Anistya Yustika

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI