Cak Imin menegaskan bahwa produksi tambang, termasuk nikel dan litium, tidak boleh dilakukan secara sembrono dan sewenang-wenang tanpa memperhatikan aspek ekologis dan sosial.
Lebih jauh, dia menyoroti kondisi pekerja tambang yang seringkali diabaikan, maraknya tenaga kerja asing, hingga tingginya angka kecelakaan kerja.
Cak Imin juga menyatakan bahwa pemasukan negara dari tambang nikel sebenarnya masih sangat kecil dibanding potensi yang ada, mengindikasikan adanya masalah dalam pengelolaan maupun hilirisasi sumber daya tersebut.
Respon publik atas potongan debat ini pun beragam dan penuh kritik, terutama terhadap sikap Gibran yang dianggap kurang menghargai nasihat lawan debatnya.
"Gue yakin Cak Imin berbicara panjang lebar, tapi nggak ada yang masuk ke otak Gibran," komentar netizen.
"Sikapnya sangat buruk saat mendengarkan lawan bicara, tatapan meremehkannya itu loh, kok bisa dia yang terpilih?" tambah netizen.
Selain kritik tersebut, ada juga yang menyindir motif di balik gencarnya pembicaraan soal hilirisasi nikel.
"Di balik gencarnya beliau bicara hilirisasi, ternyata supaya kapal Iriana dan Jokowi bisa terpakai ya. Setidaknya kalau habis pensiun seperti ini masih ada pemasukan. Saya jadi sedikit paham sekarang," sahut netizen.
Baru-baru ini, sejumlah unggahan di media sosial menampilkan kapal-kapal yang dinamai JKW Mahakam dan Dewi Iriana mengangkut muatan diduga nikel dari Raja Ampat.
Baca Juga: Empat Izin Usaha Pertambangan di Raja Ampat Dicabut, Termasuk PT Gag Nikel?
Nama "JKW" diidentikkan dengan inisial Joko Widodo, sementara "Dewi Iriana" merujuk pada nama mantan Ibu Negara.
Hal ini sontak menimbulkan pertanyaan publik mengenai kepemilikan kapal-kapal tersebut dan kaitannya dengan pejabat negara.
Berdasarkan penelusuran, kapal-kapal tersebut tidak dimiliki oleh satu perusahaan saja.
Namun publik terlanjur berburuk sangka pada keluarga Jokowi.
Kontributor : Chusnul Chotimah