“Maaf, saya tidak bela siapa-siapa, tapi saya tahu terjadi hal itu. Kenapa waktu 13 Mei kerusuhan, 14 Mei panglima masih pergi ke Brigif Satu di Malang? Panglima tidak mengerahkan pasukan,” tutur Jusuf Hamka.
Ia menyebut bahwa Prabowo saat itu tidak memiliki kekuatan karena sudah dilucuti, dan bukan hanya pasukannya, tapi semua tentara tidak diberi izin untuk keluar dari barak.
“Kemudian dilemparkanlah seolah Prabowo yang buat. Prabowo sudah dilucuti. Semua tentara, bukan hanya tentara Prabowo, semua pasukan tidak boleh keluar dari barak,” jelas Jusuf.
Informasi ini ia dapatkan dari seorang tokoh militer yang saat itu berpangkat Mayor, yakni alm. Donny Munardo.
“Yang menceritakan semua almarhum Donny Munardo. Waktu itu dia masih mayor,” katanya.

Uya yang mendengar penjelasan tersebut langsung menanyakan siapa pihak yang memberi perintah agar tentara tidak dikerahkan saat kondisi ibu kota memburuk.
“Siapa yang memerintahkan saat itu?” tanya Uya penasaran.
Namun Jusuf memilih tidak menyebut nama secara langsung.
“Yang perintah adalah orang yang di atas Prabowo. Ya tentunya yang mempunyai pangkat lebih tinggi,” ujarnya diplomatis.
Baca Juga: Prabowo Ultimatum Anak Buah jika Kerjanya Lelet: Kita Tinggalkan di Pinggir Jalan Saja
Ia pun menyindir keputusan pejabat tinggi tersebut yang justru memilih meninggalkan ibu kota saat negara dalam kondisi genting.
“Masa ada kerusuhan tentara tidak boleh mengamankan, tidak boleh keluar, kemudian yang bersangkutan pergi ke luar kota,” katanya.
Menariknya, Jusuf menyebut bahwa nama yang diduga menjadi otak dari tragedi tersebut masih hidup dan bahkan kini berada di dalam lingkaran kekuasaan.
“Kalau mau tahu siapa, mungkin harus baca statementnya Pak Kivlan Zein,” ujar Jusuf memberi petunjuk.
“Alhamdulillah masih di pemerintahan sekarang. Hebatnya Pak Prabowo itu, dia entertain semua master mind orang-orangnya ini,” tutupnya.
Pernyataan Jusuf Hamka ini tentu mengundang banyak reaksi publik, mengingat isu Mei 1998 masih menyisakan luka dan misteri yang belum sepenuhnya terungkap hingga kini.