Suara.com - Sebuah nama mengemuka di tengah tragedi kemanusiaan yang mengguncang Desa Mojo, Andong, Boyolali.
Sosok itu adalah SP, seorang pria berusia 65 tahun yang kini menjadi pusat pertanyaan dan penyelidikan setelah empat bocah ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kediamannya.
Publik bertanya-tanya, siapakah sebenarnya SP, pria yang dipercaya para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka?
Misteri ini mulai terkuak pada Minggu 13 Juli 2025 dini hari, dari sebuah aksi nekat yang didasari oleh rasa lapar tak tertahankan.
Fasad Seorang Pendidik Agama
Di mata para orang tua dari Batang dan Kabupaten Semarang, SP adalah figur yang diharapkan bisa memberikan bimbingan rohani.
Mereka menitipkan anak-anak mereka, yang dua di antaranya adalah yatim, dengan harapan agar dapat belajar mengaji dan memperdalam ilmu agama.
Namun, kepercayaan itu runtuh seketika saat warga menemukan kenyataan yang jauh dari citra seorang pendidik.
Rumah SP bukanlah tempat menimba ilmu yang nyaman, melainkan sebuah panggung horor bagi anak-anak tak berdaya.
Baca Juga: 4 Bocah Dirantai dan Kelaparan di Rumah, Terbongkar Usai Satu Anak Nekat Curi Kota Amal Masjid

Terkuak dari Kotak Amal Masjid
Tabir kekejaman ini tersingkap saat MAF, bocah 11 tahun, kepergok warga hendak mencuri kotak amal masjid.
Ia tidak melakukannya untuk iseng, melainkan karena didorong oleh perut kosong dan tangisan adik-adiknya yang kelaparan di rumah SP.
Kepada warga yang menangkapnya, MAF dengan polos mengaku ingin membeli makan karena sudah sebulan hanya diberi singkong.
Pengakuan pilu inilah yang menjadi kunci pembuka pintu rumah SP, yang menyembunyikan tiga anak lain dalam penderitaan serupa.
Rumah yang Menjadi Penjara
Ketika warga mendatangi rumah SP untuk meminta pertanggungjawaban, pria itu tidak ada di tempat.
Justru, mereka disambut pemandangan yang menyayat hati, tiga anak lain dengan kaki terikat rantai, dibiarkan tidur di luar tanpa alas dan selimut.
VMR (6), SAW (14), dan IAR (11), bersama MAF, adalah korban dari metode pendidikan yang diterapkan SP. Selama lebih dari sebulan, rantai besi menjadi teman tidur mereka di tengah dinginnya malam.
Kesaksian Bisu Luka dan Ketakutan
Setelah diselamatkan, ketakutan mendalam masih membekas di wajah keempat bocah tersebut.
Mereka memohon kepada Kepala Desa Mojo, Bagus Muhammad Muksin, agar tidak melaporkan hal ini kepada SP karena takut akan dipukuli dan dianiaya lebih parah.
Pemeriksaan oleh bidan desa mengonfirmasi ketakutan itu, dengan ditemukannya sejumlah luka memar di tubuh mereka.
Luka-luka itu menjadi saksi bisu atas kekerasan yang diduga sering dilakukan oleh tangan SP.
Bukan Keluarga, Diduga Modus Eksploitasi
Menurut keterangan Kades Mojo, SP tidak memiliki hubungan keluarga sama sekali dengan keempat anak tersebut.
Ada dugaan kuat bahwa keberadaan anak-anak ini dimanfaatkan oleh SP sebagai modus untuk mendapatkan akses bantuan atau belas kasihan dari orang lain.
Fakta bahwa SP kerap berpindah-pindah tempat tinggal semakin memperkuat kecurigaan bahwa ini adalah praktik yang mungkin sudah berjalan lama.
Anak-anak dari Batang bahkan sudah tinggal bersamanya selama dua tahun, sementara yang dari Semarang selama satu tahun.
Penangkapan dan Pertanggungjawaban Hukum
Pada Minggu siang, SP akhirnya pulang ke rumahnya dan langsung dihadapkan pada konsekuensi perbuatannya.
Ia segera dibawa ke Polsek Andong sebelum akhirnya diserahkan ke Polres Boyolali untuk penyelidikan lebih lanjut, termasuk visum terhadap para korban.
Kini, SP harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Identitasnya sebagai pria 65 tahun yang seharusnya menjadi panutan kini telah berganti menjadi tersangka pelaku kekerasan dan penelantaran anak.
Tidak hanya itu, pelaku juga meninggalkan luka mendalam bagi para korban dan trauma bagi masyarakat Andong.