"Film Sore juga mengundang kontemplasi berkelanjutan bahkan setelah kredit akhir bergulir. Begitu banyak mengapa dan bagaimana yang terus menerus muncul dalam pikiran, membuat kita mencoba merajut sendiri makna yang lebih dalam dari setiap adegan dan rangkaian kisahnya," jelas Anies.
Namun, Anies Baswedan berpendapat kekuatan film ini tak hanya terletak pada logikanya.
"Tapi tak hanya logika, perasaan pun ikut terpantik oleh film ini. Manis, getir, luka, bahagia, nestapa, dan cinta memenuhi hati hingga sulit diungkapkan dengan kata," lanjut Anies.
Apresiasi tertinggi juga ia sampaikan kepada seluruh tim yang terlibat, terutama sang sutradara dan kedua pemeran utamanya.
Performa akting Sheila Dara dan Dion Wiyoko dinilai sangat berhasil membawa penonton masuk ke dalam cerita.

"Kedua pemeran utama, Sheila dan Dion, menampilkan performa yang membuat kita larut dalam perjalanan emosional mereka," ungkapnya.
Namun, pujian paling istimewa ia sematkan pada sang sutradara, Yandy Laurens. Anies bahkan tak ragu menyebutnya sebagai calon maestro berkat karya ini.
"Namun, figur sentral dari keseluruhan visi artistik ini adalah sang sutradara, Yandy Laurens. Mungkin film inilah yang akan menobatkannya sebagai maestro," katanya.
Sebagai penutup ulasannya, Anies menggunakan analogi yang ia adopsi langsung dari film untuk menggambarkan pengalamannya.
Baca Juga: 4 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Film Sore: Istri dari Masa Depan
"Bila kita mengadopsi analogi dari film itu sendiri, maka film Sore, dengan segala kompleksitasnya, adalah Jo. Kita adalah Sore, yang enggan berlalu dari film ini. Dan, Yandy adalah Waktu, yang mengizinkan dan memungkinkan kita mengalami perasaan bersama film ini, berulang kali."
Bagi Anies Baswedan, bisa menikmati film "Sore" adalah sebuah kemewahan dan kehormatan.
"Bisa menikmati film ini adalah sebuah privilese, sebuah kemewahan, dan kita berterima kasih pada mereka yang telah bekerja menghadirkan mahakarya ini. Maju terus perfilman Indonesia!" ujarnya.