Suara.com - Film animasi "Merah Putih One For All" akhirnya resmi tayang di bioskop mulai hari ini, Kamis, 14 Agustus 2025.
Meski sempat menuai kritik pedas soal kualitas visual, film bertema kemerdekaan ini tetap hadir di layar lebar untuk menyemarakkan HUT ke-80 RI.
Berdasarkan pantauan di aplikasi M-Tix, setidaknya ada tiga jaringan XXI di Jakarta yang memutar "Merah Putih One For All" pada hari pertama penayangannya:
- XXI Kelapa Gading, Jakarta Utara (HTM Rp50.000)
- XXI Kemang Village, Jakarta Selatan (HTM Rp40.000)
- XXI Puri Indah Mall, Jakarta Barat (HTM Rp40.000)
Film garapan sutradara Endiarto dan Bintang Takari ini bercerita tentang delapan anak dari latar budaya berbeda, yakni Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, yang tergabung dalam "Tim Merah Putih".
Misi mereka sederhana namun sarat makna, yaitu menyelamatkan bendera pusaka yang hilang tiga hari sebelum upacara 17 Agustus.
Petualangan tersebut membawa mereka menembus hutan, menyusuri sungai, hingga menghadapi konflik batin yang menguji kebersamaan. Kisahnya diwarnai pesan persatuan, gotong royong, dan keberanian anak bangsa.
Meski mengusung ide besar, "Merah Putih One For All" lebih dulu ramai dibicarakan warganet gara-gara trailer yang dianggap memiliki animasi kaku dan kurang matang.
Beberapa penonton membandingkan kualitas visualnya dengan film animasi Indonesia lain yang lebih halus.
Namun bagi tim produksi, kontroversi tersebut tak menghalangi tujuan mereka. Endiarto sebelumnya menegaskan bahwa film ini lahir tanpa bujet besar, melainkan murni hasil kerja sama sukarela para pelaku kreatif.
Baca Juga: Komentari Kualitas Merah Putih One For All, Ifan Seventeen Ajak Masyarakat Tunggu Film Animasi PFN
"Idenya muncul setelah 17 Agustus tahun kemarin. Kami prihatin tidak ada film yang segmented untuk Merah Putih saat proklamasi. Ini proyek gotong royong," ujar Endiarto dalam wawancara belum lama ini.
Dengan cerita yang menonjolkan semangat nasionalisme dan jadwal tayang yang pas di momen kemerdekaan, "Merah Putih One For All" kini tinggal menunggu pembuktian di hadapan penonton.
Apakah pesannya mampu mengalahkan kontroversi, atau justru sebaliknya?