Pencipta Lagu Hidup Susah, Piyu: LMKN Nikmati Gaji dari Royalti

Yazir F Suara.Com
Kamis, 21 Agustus 2025 | 19:39 WIB
Pencipta Lagu Hidup Susah, Piyu: LMKN Nikmati Gaji dari Royalti
Gitaris Padi Reborn, Piyu usai menghadiri sidang lanjutan uji materi UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025 [Suara.com/Adiyoga Priyambodo].

Suara.com - Gitaris sekaligus pencipta lagu, Piyu, kembali melontarkan kritik pedas terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Personel Padi Reborn ini menilai lembaga tersebut gagal dalam menjalankan fungsinya mengelola royalti secara transparan dan adil.

Kritik ini kembali muncul setelah polemik royalti kembali menjadi perbincangan publik menyusul kegeraman Ari Lasso terhadap WAMI, salah satu LMK di Indonesia. Ari mengaku menerima nilai royalti yang tak sesuai. 

Menurut Piyu, kisruh seperti ini hanya menunjukkan bahwa sistem yang dijalankan LMKN memang bermasalah sejak lama.

Piyu mempertanyakan ke mana sebenarnya dana royalti yang dihimpun oleh LMKN selama ini.

Ia menyebut bahwa dana yang seharusnya menjadi hak pencipta lagu justru dinikmati oleh para komisioner LMKN.


"Terus tadi saya baca berita, LMKN baru saja mengangkat komisioner-komisioner baru dengan gaji Rp30 juta-an, nah itu gaji dari mana? Dari uang royaltinya pencipta-pencipta yang dikumpulin," kata Piyu dikutip dari YouTube dr. Richard Lee pada Kamis, 21 Agustus 2025.

Ia menilai tidak adil jika para komisioner menerima gaji besar sementara pencipta lagu hidup dalam keterbatasan.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa sejak berdirinya LMKN pada 2014, tidak ada perubahan signifikan dalam kesejahteraan pencipta lagu.

Baca Juga: Buka-bukaan soal Duit, Promotor Tetap Bayar Royalti Ariel untuk Konser Peterpan Lewat WAMI

Piyu merasa miris bahwa sistem yang dibentuk untuk melindungi hak pencipta justru menyengsarakan mereka.

"Terus mereka kerjanya apa kalau dari tahun 2014 sampai sekarang penciptanya juga masih tetap sengsara hidupnya," kata Piyu.

Piyu Kritisi Kinerja LMKN

Piyu Padi (Instagram/piyu_logy)
Piyu Padi (Instagram/piyu_logy)

Piyu juga mengungkap bahwa dirinya sering menerima curhatan dari para pencipta lagu yang kesulitan secara finansial.

Bahkan, untuk kebutuhan dasar seperti makan dan transportasi pun mereka kesusahan.

"Hampir setiap hari saya tuh dapat WA dari keluarga dan teman-teman pencipta yang buat beli beras aja susah," ujarnya.

Kondisi ini semakin memperkuat kritiknya terhadap manajemen dana royalti oleh LMKN.

Ia pun menuding bahwa anggota LMKN menikmati gaji tinggi dari hasil pengumpulan royalti yang tidak pernah sampai ke tangan pencipta lagu.

"Bayangin mereka bisa nikmatin gaji Rp30 juta dari royalti yang dikumpukan," tegas Piyu.

Piyu lalu mengungkap modus LMKN yang memanfaatkan nama para pencipta lagu untuk menagih royalti.

Menurutnya, hal ini dimanfaatkan untuk memberi kemudahan atas penagihan yang dilakukan ke berbagai pihak.

"Mereka memanfaatkan nama komposer untuk menagih atas nama pencipta," katanya.

Namun ketika para pencipta mencoba meminta laporan pertanggungjawaban, LMKN justru berlindung di balik birokrasi.

"Ketika kami menagih amanat itu dengan mensomasi, coba minta laporan, mereka menjawab ‘kami tidak bertanggung jawab pada pencipta lagu, tapi kepada menteri hukum dan HAM'," tambahnya.

Menurut Piyu, kondisi ini juga berdampak pada hubungan antara penyanyi dan pencipta lagu. Ketegangan sering muncul akibat ketidakjelasan aliran royalti yang seharusnya mereka bagi bersama.

"Hal ini memang akhirnya menjadi pemicu retaknya hubungan yang harmonis antara penyanyi dan pencipta lagu, karena memang ada yang mengatur ini supaya memang berantem," jelas Piyu.

Padahal, menurutnya, jika saja sistem royalti dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta, semua pihak bisa menerima dengan baik.

"Padahal sebenarnya dari dulu awal kita jalankan UU Hak Cipta yang ada, sebenarnya enggak akan ada masalah,” katanya.

Ia menyimpulkan bahwa akar persoalan ini adalah kegagalan LMKN menjalankan mandatnya.

"Sebenarnya standarnya adalah kembali ke UU Hak Cipta, semua adalah bermuara dari ketidakberhasilan sistem yang sudah dijalankan oleh LMKN selama ini," tutup Piyu.

Kontributor : Rizka Utami

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?