-
Proyek perumahan Mansion Hill Mekarwangi, Bekasi, mangkrak lebih dari tiga tahun, menyisakan kerugian miliaran.
-
Dari 120 unit rumah, hanya satu yang dihuni; sisanya terbengkalai jadi “kota hantu” dengan fasilitas nol.
-
Konsumen membayar hingga Rp448 juta per unit, tapi tak dapat sertifikat maupun rumah layak huni.
Suara.com - Harapan puluhan keluarga untuk memiliki hunian impian di Perumahan Mansion Hill Mekarwangi, Kabupaten Bekasi, kini terkubur di antara ilalang dan bangunan-bangunan setengah jadi.
Proyek yang menjanjikan kemewahan ini berubah menjadi kota hantu setelah pembangunannya mangkrak selama lebih dari tiga tahun.
Bahkan meninggalkan kerugian miliaran rupiah dan para konsumen yang terkatung-katung tanpa kepastian.
Pemandangan di lokasi perumahan, Desa Sukamekar, Kecamatan Sukawangi, sungguh memilukan. Dari 120 unit yang seharusnya berdiri megah, hanya satu rumah yang dilaporkan dihuni.
Sisanya tak lebih dari kerangka beton kosong yang mulai lapuk dimakan cuaca. Jalanan yang seharusnya beraspal mulus masih berupa tanah merah, ditumbuhi rumput liar setinggi pinggang, membuatnya sulit diakses.
Tak ada tiang lampu, tak ada fasilitas umum yang ada hanya kesunyian dan penyesalan.
Video yang diunggah oleh salah satu korban menunjukkan betapa parahnya kondisi di lapangan. Akses jalan bahkan sempat disegel oleh para pemborong yang mengaku belum dibayar oleh pihak pengembang, PT AWS.
"Tidak boleh ada aktivitas di sini. Kita sebagai warga cuma bisa diam saja," ujar suara dalam video tersebut, menggambarkan kepasrahan para korban.
Salah satu konsumen, Kurnia, mengungkapkan kekecewaannya. Dengan harga Rp448 juta per unit, ia dan puluhan korban lainnya dijanjikan hunian layak dengan fasilitas lengkap.
Baca Juga: Viral Roy Suryo Sebut Gibran Tidak Punya Ijazah SMA: Kami Tak Bisa Dipidana
Namun, yang mereka dapatkan hanyalah janji kosong.
"Fasilitas nihil. Jalan rusak, nggak ada penerangan, surat rumah pun belum ada," keluh Kurnia.
Masalah dokumen ini menjadi mimpi buruk terbesar, karena tanpa sertifikat dan surat-surat resmi, kepemilikan mereka atas properti tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
Upaya damai sebenarnya telah ditempuh. Para korban sempat melakukan mediasi dengan perwakilan PT AWS.
Dalam pertemuan itu, pihak pengembang berjanji akan melakukan sidak pada 10 Mei 2025 dan memulai perbaikan fisik sepuluh hari kemudian. Namun, janji manis itu menguap begitu saja.

"Sampai sekarang tidak ada pergerakan. Mereka kabur, kantornya pindah. Tidak ada komunikasi lanjutan," ungkap Kurnia, menyuarakan frustrasi para korban.