Hadapi Gempuran Teknologi, Giring Ganesha dan KMI 2025 Serukan Aturan Main AI dalam Musik

Minggu, 12 Oktober 2025 | 19:00 WIB
Hadapi Gempuran Teknologi, Giring Ganesha dan KMI 2025 Serukan Aturan Main AI dalam Musik
Giring Ganesha saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 5 Juni 2025. [Suara.com/Tiara Rosana]
Baca 10 detik
  • KMI 2025 mendorong penyusunan kebijakan nasional terkait penggunaan AI dalam industri musik.

  • Fokus utama meliputi perlindungan hak cipta, royalti, dan etika penggunaan teknologi.

  • Indonesia juga mengusulkan aturan royalti digital global melalui WIPO demi keadilan bagi kreator.

Suara.com - Era kecerdasan buatan (AI) dan dominasi platform digital menjadi tantangan serius bagi industri musik Indonesia.

Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 tidak tinggal diam dalam menghadapi disrupsi teknologi yang masif ini.

Melalui Giring Ganesha, para pelaku musik menyuarakan urgensi penyusunan pedoman dan kebijakan nasional terkait penggunaan teknologi AI.

Kebijakan ini dianggap vital untuk mengatur berbagai aspek krusial dalam produksi dan distribusi musik di era modern.

Aspek yang disorot secara khusus mencakup perlindungan hak cipta, sistem royalti, hingga etika pemanfaatan teknologi AI.

Giring Ganesha saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 5 Juni 2025. [Suara.com/Tiara Rosana]
Giring Ganesha saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 5 Juni 2025. [Suara.com/Tiara Rosana]

"Mendorong penyusunan pedoman dan kebijakan nasional yang mengatur penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau AI dalam produksi, distribusi musik, mencakup aspek hak cipta, royalti, dan etika," ujar Giring, dalam acara yang berlangsung di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 Oktober 2025.

Tidak hanya di level nasional, KMI 2025 juga menunjukkan sikapnya di panggung global.

Dukungan penuh diberikan untuk proposal yang sedang diajukan oleh Kementerian Hukum Indonesia di tingkat dunia.

Proposal ini dikenal sebagai 'The Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment'.

Baca Juga: AI Itu Teman atau Musuh? 5 Film Ini Bakal Bikin Kamu Overthinking Semalaman!

Tujuannya adalah membentuk sebuah instrumen hukum internasional yang mengikat di bawah naungan Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO).

Langkah strategis ini diambil untuk mengatasi ketimpangan global dalam pengumpulan dan distribusi royalti digital yang selama ini merugikan negara-negara berkembang.

Hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam memperjuangkan keadilan bagi para kreator di tengah arus digitalisasi.

"Konferensi Musik Indonesia 2025 yang terdiri atas musisi, pelaku industri, akademisi, media, regulator, dan penikmat musik, menyatakan dukungan penuh untuk 'The Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment'," kata Giring. 

"Yang sekarang sedang diajukan oleh Kementerian Hukum Indonesia, untuk membentuk instrumen hukum internasional di bawah WIPO, untuk memperkuat tata kelola royalti hak cipta dalam lingkungan digital, khususnya di sektor fonogram dan audio visual," sambungnya lagi.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI