-
Ibu Dessy dikenal sebagai sosok yang setiap hari datang ke kampus meski bukan lagi mahasiswi aktif.
-
Ia disebut mengalami trauma berat setelah skripsinya hilang atau diduga diplagiat oleh temannya sendiri.
-
Kisahnya viral dan menginspirasi banyak orang sebagai simbol ketegaran, empati, dan pentingnya menjaga kesehatan mental.
Suara.com - Di setiap sudut kampus, selalu ada cerita yang menginspirasi, memotivasi, atau bahkan menyayat hati.
Salah satu kisah yang kini viral dan menyentuh ribuan hati warganet adalah perjuangan seorang wanita yang akrab disapa Ibu Dessy.
Dengan tas ransel di punggung dan semangat yang seolah tak pernah padam, ia datang ke lingkungan kampus setiap hari, berjalan di koridor, bahkan sesekali duduk di dalam kelas, layaknya seorang mahasiswi.
Namun, Ibu Dessy bukanlah mahasiswi aktif, ia adalah simbol dari mimpi yang terenggut dan jiwa yang terjebak di masa lalu.
Sosoknya yang familier bagi para mahasiswa dan staf pengajar menyimpan sebuah kisah pilu yang beredar luas di lingkungan akademik tersebut.
Menurut narasi yang berkembang, Ibu Dessy dulunya adalah seorang mahasiswi yang cerdas dan penuh semangat.
Perjuangannya untuk meraih gelar sarjana berada di titik akhir, penyusunan skripsi. Namun, di tengah jalan, sebuah peristiwa tragis diduga menjadi pemicu kondisinya saat ini.
Kabar yang beredar menyebutkan bahwa skripsi yang telah ia kerjakan dengan susah payah hilang, atau lebih menyakitkan lagi, diduga diambil atau diplagiat oleh temannya sendiri.
Pukulan telak dari pengkhianatan dan hilangnya hasil kerja keras tersebut mengguncang jiwanya begitu dalam.
Baca Juga: Viral Siswa Protes Menu MBG Selalu Ikan Lele, Balasan Petugas Katering Tuai Sorotan
Akibatnya, Ibu Dessy disebut mengalami depresi berat, sebuah trauma yang membuat memorinya seolah terhenti pada masa-masa ia masih berjuang sebagai seorang mahasiswi.
Setiap hari, ia kembali ke kampus, tempat di mana harapan dan kepedihannya bersemayam.
Ia berjalan menyusuri lorong-lorong yang sama, seolah mencari kembali potongan mimpinya yang hilang.

Pihak kampus, yang memahami kondisinya, menunjukkan sikap empati yang luar biasa.
Mereka memberikan izin kepada Ibu Dessy untuk tetap berada di lingkungan kampus, selama ia tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar.
Kehadirannya pun diterima dengan baik oleh para mahasiswa. Tak jarang ia terlihat duduk diam di barisan belakang sebuah kelas, hanya mendengarkan dosen mengajar tanpa berinteraksi lebih jauh.