Suara.com - Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meluapkan kemarahan usai tayangan Expose Uncensored di Trans7 dianggap menghina dunia pesantren dan tokoh-tokoh NU.
Dia menilai program tersebut telah melecehkan nilai-nilai luhur yang selama ini dijaga para santri dan kiai di lingkungan pesantren.
Menurutnya, tayangan itu bukan hanya menyinggung martabat ulama, tetapi juga bisa memicu gangguan terhadap harmoni sosial masyarakat.
Kemarahan warga NU pun memuncak setelah muncul narasi dalam program itu yang menyebut kiai kaya seharusnya memberi amplop kepada santri.
Gus Yahya menyebut pernyataan seperti itu tidak pantas disiarkan karena mencederai kehormatan dunia pesantren.
Sebagai bentuk tanggung jawab, PBNU langsung mengambil langkah hukum terhadap pihak Trans7 dan produser program tersebut.
Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU telah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri dan Dewan Pers.
Gus Yahya juga menuntut Trans7 dan Trans Corporation meminta maaf serta bertanggung jawab atas keresahan sosial yang timbul.
Namun di tengah sikap kerasnya terhadap penghinaan pesantren, publik kembali menyoroti "dosa lama" Gus Yahya soal undangan kepada akademisi pro-Zionis, Peter Berkowitz.
Baca Juga: Desak Permintaan Maaf Disiarkan Seminggu, PWNU DKI Tebar Ancaman Ini jika Trans7 Tak Penuhi Tuntutan
"Ini nilai pesantren bukan?" sindir akun @ardisatriawan menyertakan potret Gus Yahya berjabat tangan dengan Berkowitz.
"Kalau ini bukan hanya menghina nilai-nilai pesantren, tetapi juga menghina umat Islam dan Masjid al-Aqsa," tambah akun @erlanishere.
Kontroversi mencuat ketika Peter Berkowitz diundang menjadi pembicara dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional NU dan acara di Universitas Indonesia.
Berkowitz dikenal memiliki pandangan pro-Israel dan sering membela tindakan militer Zionis terhadap warga Palestina.
Kehadirannya di forum resmi PBNU dan UI memicu gelombang kritik dari mahasiswa, aktivis, dan kalangan NU sendiri.
Banyak pihak menilai langkah itu sebagai bentuk kelalaian moral di tengah penderitaan rakyat Palestina.