- Film Qorin 2 mengangkat isu perundungan sosial (bullying) sebagai tema utama, menceritakan Makmur (Fedi Nuril) yang putus asa bersekutu dengan Jin Qorin untuk membalas dendam atas penderitaan anaknya.
- Fedi Nuril bertransformasi dari peran romantis menjadi Pak Makmur, seorang tukang sampah yang menjadi ayah pembunuh yang putus asa karena tidak mendapatkan keadilan.
- Film ini tidak hanya menawarkan horor, tetapi juga menyentil keras perilaku orang tua, pejabat (Indra Birowo), dan pemuka agama (Dimas Aditya) yang menyalahgunakan kekuasaan atau memilih diam demi menjaga citra diri dan keluarga.
Suara.com - Industri perfilman Tanah Air kembali disuguhkan tontonan horor berkualitas lewat film Qorin 2.
Sekuel dari film box office tahun 2022 ini tidak hanya menjanjikan teror mistis, tetapi juga tamparan keras bagi realitas sosial, khususnya isu perundungan (bullying) yang kian marak.
Dalam konferensi pers yang digelar di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin, 8 Desember 2025, suasana haru sempat menyelimuti bioskop.
Sebelum acara dimulai, para pemain dan kru memberikan penghormatan terakhir (tribute) kepada mendiang aktor senior Epy Kusnandar yang baru saja berpulang.
Produser Susanti Dewi menyebut kepergian Epy merupakan duka mendalam bagi perfilman Indonesia.
"Bukan hanya kami tim Qorin 2 yang kehilangan, namun semua insan perfilman kehilangan mentor, sahabat, dan pegiat akting yang inspiratif. Beliau adalah legenda, karya-karyanya akan terus hidup," kata Susanti.
Transformasi Fedi Nuril: Dari Protagonis Romantis Menjadi Ayah Putus Asa
Disutradarai oleh Ginanti Rona dengan naskah garapan Lele Laila, Qorin 2 menghadirkan sisi gelap yang jarang ditampilkan oleh Fedi Nuril.
Aktor 43 tahun ini memerankan Pak Makmur, seorang tukang sampah yang hidup dalam kemiskinan dan duka pasca-kematian istrinya.
Baca Juga: Jauh dari Kata Mewah, Koleksi 'Rongsokan' Epy Kusnandar Bakal Dimuseumkan Istri
Konflik memuncak ketika anak semata wayangnya, Jaya (diperankan Ali Fikry), menjadi korban perundungan brutal di sekolah.
Namun, bukannya mendapat keadilan, Makmur justru menghadapi penolakan dari pihak sekolah yang ingin menjaga nama baik.
"Di kepala Pak Makmur adalah ketika cara yang beradab tidak bisa menciptakan keadilan, tidak ada cara lain untuk mendapatkan keadilan itu lewat tangannya sendiri," ungkap Fedi Nuril di hadapan awak media.
Bintang film Ayat-Ayat Cinta ini mengaku mengeksplorasi emosi marah yang terpendam untuk menghidupkan karakter Makmur.
Dia menggambarkan Makmur sebagai sosok "orang marah yang putus asa", sebuah kondisi psikologis yang menurutnya paling berbahaya.
Metode Akting Tukar Peran dan Trauma Bullying